Halaman

Selasa, 10 Januari 2012

penggolongan strategi pembelajaran sbm

PENGGOLONGAN STRATEGI PEMBELAJARAN


A. STRATEGI PEMBELAJARAN BERORIENTASI AKTIVITAS SISWA (SPBAS)
1. Konsep dan Tujuan
SPBAS dapat dipandang sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan kepada aktiivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognotif, afektif, dan psikomotor secara berkembang. Dari konsep diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tujuan dari SPBAS adalah untuk membantu peserta didik agar bisa belajar mandiri dan kreatif, sehingga ia dapat memmperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat menunjang terbentuknya kepribadian yang mandiri. Jika dihubungkan dengan tujuan pendidikan nasional maka PBAS adalah pendekatan yang paling sesuai untuk dikembangkan.
2. Peran Guru Dalam Impementasi PBAS
Dalam implementasi SPBAS, guru tidak berperan sebagai satu-satunya sumber belajar yang bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswa, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana memfasilitasi siswa agar belajar. Oleh karena itu, penerapan SPBAS menuntut guru untuk kreatif dan inovatif sehingga mampu menyesuaikan kegiatan mengajaranya dengan gaya dan karakteristik belajar siswa. Untuk itu ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukun guru, diantaranya adalah :
a). Mengemukakan berbagai alternative tujuan pembelalajaran yang harus dicapai sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.
b). Menyusun tugas-tugas belajar bersama siswa.
c). Memeberikan informasi tentang kegiatan pembelajaaan yang harus dilakukan.
d). Memberikan motivasi, mendorong siswa untuk belajar, membimbing, dan lain sebagainya melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan.
e). Memberikan bantuan pelayanan pada siswa yang membutuhkan.
f). Membantu siswa dalam menarik suatu kesimpulan.

3. Penerapan PBAS dalam Proses Pembelajaran
Dalam kegiatan belajar mengajar SPBAS diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti mendengarkan, berdiskusi, memproduksi sesuatu, menyusun laporan, memecahkan masalah , pemberian tugas belajar, dan lain sebagainya. Keaktifan siswa ada yang secara lanngsung dapat diamati dan ada pula yang tidak dapat secara langsung teramati. Kadar SPBAS tidak hanya ditentukan oleh aktivitas fisik semata, akan tetapi juga ditentukan oleh akktivitas nonfisik seperti mental, intelektual, dan emosional.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan PBAS
Keberhasilan penerapan SPBAS dalam proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh :
a). Guru
 Kemampuan guru
 Sikap professional guru
 Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru
b). Sarana belajar
 Ruang kelas
 Media dan sumber belajar
 Lingkungan belajar

B. STRATEGI PEMBELAJARAN EKSPOSITORI (SPE)

1. Konsep Strategi Pembelajaran Ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori (SPE) adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy Killen (1998) menamakan strategi ekspositori ini dengan istilah strategi embelajaran langsung.
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru ( teacher centered approach). Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Foku utama strategi ini adalah kemampuan akademik siswa.
Metode ceramah dan metode demonstrasi, merupakan implementasi dari strategi pembelajaran ekspositori.
Terdapat beberapa karakteristik Strategi pembelajaran ekspositori, yaitu : Pertama, strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan matei secara verbal. Kedua, biasanya materi pelajaaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi. Ketiga, tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri.

Strategi Pembelajaran ekspositori akan efektif apabila:
 Guru akan menyampaikan bahan-bahan baru serta kaitannya dengan yang akan dan harus dipelajari siswa.
 Apabila guru menginginkan agar siswa mempunyai gaya model intelektual tertentu,misalnya agar siswa bisa mengingat bahan pelajaran,sehingga ia akan dapat mengungangkapkannya kembali manakala diperlukan.
 Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan,artinya dipandang dari sifat dan jenis materi pelajaran memang materi itu hanya mungkin dapat dipahami oleh siswa manakala disampaikan oleh guru,misalnya materi pelajaran hasil penelitian berupa data-data khusus.
 Jika ingin membangkitkan keingintahuan siswa tentang topic tertentu.
 Guru menginginkan untuk mendemonstrasikan suatu teknik atau prosedur,biasanya merupakan suatu teknik atau prosedur tertentu untuk kegiatan praktik.
 Apabila seluruh siswa memiliki tingkat kesulitan yang sama sehingga guru perlu menjelaskan untuk seluruh siswa.
 Apabila guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemampuan rendah.
 Jika ligkungan tidak mendukung untuk menggunakan strategi yang berpusat pada siswa,misalnya tidak adanya sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
 Jika tidak memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.

2. Prinsip- Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspositori

Dalam penggunaan stratei pembelajaran ekspositori terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru, yaitu :
a). Berorientasi pada tujuan
Tujuan harus menjadi pertimbangan utama dalam strategi ini. Karena itu sebelum strategi ini diterapkan, terlebih dahulu guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur.

b). Prinsip komunikasi
Proses pembelajaraan dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang menunjukkan pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang ( penerima pesan ). Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini adalah pelajaran yang diorganisir dan disusun sesuai denan tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam proses komunikasi guru brfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai penerima pesan.
c). Prinsip kesiapan
Agar siswa dapat menerima informasi sebagai stimulus yang kit berikan, terlebih dahulu kita harus memposisikan mereka dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran.
d). Prinsip berkelanjutan
Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya untuk saat itu tetapi juga untuk waktu selanjutnya.

3. Prosedur Pelaksanaan Strategi Ekspositori
Sebelum tahapan penggunaan strategi ekspositori, terlebih dahulu beberapa hal yang harus dipahami oleh guru yang akan menggunakan strategi ekspositori :
1. Rumuskan tujuan yang ingin dicapai
Tujuan yang ingin dicapai sebaiknya dirumuskan dalam bentuk perubahan tingkah laku yang spesifik yang berorientasi kepada hasil belajar.
2. Kuasai materi pelajaran dengan baik
Penguasaan materi peljaran merupakan syarat mutlak penggunaan strategi ekspositori. Penguasaan materi yang sempurna akan membuat kepercayaan didri guru meningkat, sehingga guru akan mudah mengelola kelas. Agar dapat menguasai ateri pelajaran ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru. Pertama, pelajari sumber-sumber belajar yang mutakhir. Kedua, persiapkan masalh-masalah yang mungkin muncul dengan menanalisis materi pelajaran sampai detailnya. Ketiga, buatlah garis besar materi pelajaran yang akan disampaikan utnuk memandu dalam penyajian agar tidak melebar.
3. Kenali medan dan berbagai hal yang dapat memengaruhi proses penyampaian.
Mengenali medan atau lapangan merupakan hal penting dalam langkah persiapan. Pengenalan medan yang baik memungkinkan guru dapat mengantisipasi berbagai kemungkinan yang dapat mengganggu proses penyajian materi pelajaran. Beberapa hal yang berhubungan dengan meda yang harus dikenalai diantaranya, pertama latar belakang audiens/siswa. Kedua, kondisi ruangan.

Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi ekspositori yaitu :
a. Persiapan (preparation)
Dalam strategi ekspositori,langkah persiapan merupakan langkah yang sangat penting,tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah :
 Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang positif.
 Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar
 Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa
 Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.

Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam persiapan diantaranya :
1. Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negative
2. Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai
3. Bukalah file dalam otak siswa

b. Penyajian (presentation)
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam langkah penyajian :
1. Penggunaan bahasa, bahasa yang digunakan sebaiknya bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami.
2. Intonasi suara, pengaturan nada suara akan akan membuat perhatian siswa tetap terkontrol,sehingga tidak akan mudah bosan.
3. Menjaga kontak mata dengan siswa,melalui kontak mata yang selamanya terjaga,siswa bukan merasa dihargai oleh guru,akan tetapi juga mereka seakan-akan diajak terlibat dalam proses pembelajaran.

c. Menghubungkan ( correlation )
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur-struktur pengetahuan yang telah dimilkinya.

d. Menyimpulkan (generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan.

e. Mengaplikasikan (application)
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru.

4. Keunggulan Dan Kelemahan Strategi Ekspositori

Keunggulan :
 Dengan strategi ekspositori,guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran.
 Dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa sangat luas,sementara waktu yang disediakan cukup terbatas.
 Selain siswa dapat mendengar melalui penuturan ,siswa juga bisa melihat atau mengobservasi.
 Bisa digunakan untuk jumlah dan ukuran kelas yang besar.

Kelemahan:
 Hanya mingkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiiki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik.
 Tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan,pengetahuan,minat dan bakat serta perbedaan gaya belajar.
 Karena lebih banyak disampaikan melalui ceramah,maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam sosialisasi,serta kemampuan berpikir kritis
 Keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada persiapan guru,baik persiapan,pengetahuan,semangat,antusiasme,motivasi dan berbagai kemampuan yang lain.
 Karena lebih banyak satu arah,maja kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan terbatas pula.

C. STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI (SPI)
Strategi pembelajaran Inkuiri (SPI) menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk be¬lajar. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembela¬jaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pro-ses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemu¬kan.
1. Ciri-ciri Strategi Pembelajaran Inkuiri
Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara mak¬simal untuk mencari dan menemukan. Artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri {self belief). Dengan de¬mikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sum¬ber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Akti¬vitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara gu¬ru dan siswa. Karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik berta¬nya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.
Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pe-lajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara opti¬mal. Sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pem¬belajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dika¬takan demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.
Metode pembelajaran yang dapat digunakan sebagi implementasi dari strategi ini adalah metode tanya jawab dan metode demonstrasi & eksperimen, metode diskusi kelompok dll.
2. Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi ke¬pada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.
b. Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik inter¬aksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
c. Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Karena itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan.
d. Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan peng¬gunaan otak secara maksimal.
e. Prinsip Keterbukaan
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenar¬annya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesem¬patan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka mem¬buktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.
3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan strategi dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Guru merangsang dan Mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan startegi ini sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam meme¬cahkan masalah, tanpa kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses pem¬belajaran akan berjalan dengan lancar.
b. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Dika¬takan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inku¬iri, oleh sebab itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.
c. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang se¬dang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis.
d. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuh¬kan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran in¬kuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting da¬lam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Karena itu, tu¬gas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-perta¬nyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kemacetan berinkuiri adalah manakala siswa tidak apresiatif terhadap pokok permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditun¬jukkan oleh gejala-gejala ketidakgairahan dalam belajar. Manakala guru me¬nemukan gejala-gejala semacam ini, maka guru hendaknya secara terus-me¬nerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh siswa sehingga mere¬ka terangsang untuk berpikir.
e. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Dalam menguji hipotesis yang terpenting adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Di samping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertang¬gungjawabkan.
f. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, karena ba¬nyaknya data yang diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus pada masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.
4. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri
Strategi Pembelajaran Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang banyak dianjurkan, karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di an¬taranya:
• Startegi ini merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepadapengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
• Startegi ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
• Strategi ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembang¬an psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses pe¬rubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.
• Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuh¬an siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Di samping memiliki keunggulan, strategi ini juga mempunyai kelemah¬an, di antaranya:
• Jika strategi ini digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
• Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
• Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
• Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, maka startegi ini akan sulit diimplementasi¬kan oleh setiap guru.


D. STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (SPBM)
1. Konsep dan Karakteristik SPBM
Strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM) dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Di dalam strategi pembelajaran berbasis masalah ini terdapat 3 ciri utama;
• Pertama, strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi pembelajaran berbasis masalah siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya.
• Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.
• Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
Metode pembelajaran yang sangat cocok digunakan sebagai implementasi dari Strategi pembelajaran berbasis pemecahan masalah adalah metode pemecahan masalah, metode tanya jawab, metode diskusi, eksperimen dsb.
Untuk mengimplementasikan SPBM, guru perlu memilih bahan pelajaran yang yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan . Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan:
• Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekadar hanya dapat mengingat metri pelajaran,akan tetapi menguasai dan memahaminya secara utuh.
• Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan ketrampilan berpikir rasional siswa.
• Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
• Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam pembelajarannya.
• Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya.

Guru dalam SPBM berperan sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, membantu menemukan masalah,dan pemberi fasilitas penelitian. Selain itu guru menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inquiri dan intelektual siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Pembelajaran berdasarkan masalah juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan aktivitas belajar siswa, baik secara individual maupun secara kelompok. Di sini guru berperan sebagai pemberi rangsangan, pembimbing kegiatan siswa, dan penentun arah belajar siswa (Nurhayati Abbas, 2000:12).

2. Hakikat Masalah Dalam SPBM
Hakikat masalah dalam SPBM adalah gap atau kesenjangan sosialanatar situasi nyata dan kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Materi pelajaran atau topic tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam SPBM :
1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita,rekaman,video dan lain sebagainya.
2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa,sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik.
3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak,sehingga terasa manfaatnya.
4. Bahan yang dipilih adalah bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

Hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaranberbasis masalah adalah memberikan siswa masalah yang berfungsi sebagai batu loncatan untuk proses inquiri dan penelitian. Di sini, guru mengajukan masalah,membimbing dan memberikan petunjuk minimal kepada siswa dalam memecahkan masalah. Pengaturan pembelajaran berdasarkan masalah berkisar pada masalah atau pertanyaan yang penting bagi siswa maupun masyarakat. Menurut Arends (Nurhayati Abbas, 2000:13) pertanyaan dan masalah yang diajukan itu haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
2. Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
3. Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu, masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
4. Luas dan sesuai dengan Tujuan Pembelajaran. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
5. Bermanfaat. Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik bagi siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah siswa. Serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
3. Tahapan-Tahapan Dalam SPBM

John Dewey,menjelaskan 6 langkah SPBM yang kemudian dia namakan Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving), yaitu :
1. Merumuskan masalah,yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
2. Menganalisis masalah,yaitulangkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis,yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan masalah sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
4. Mengumpulkan data,yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
5. Pengujian hipotesis,yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah,yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
David Johnson and Johnson mengemukakan 5 langkah SPBM melalui kegiatan kelompok :
1) Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.
2) Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga akhirnya peserta didik dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkirakan.
3) Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.
4) Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
5) Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh proses pelaksanaan kegiatan, evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.(Wina Sanjaya, 2008 : 217-218)
Sesuai dengan tujuan SPBM adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah, dan dari beberapa bentuk SPBM yang dikemukakan para ahli, maka secara umum SPBM bisa dilakukan dengan lankah-lankah berikut :
1. Menyadari Masalah
Implementasi SPBM harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini guru membimbing sisa pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap ysng dirasakan oleh manusia atau lingkungan social. Kemampuan yang harus dicapai siswa dalam langkah ini adalah siswa dapat menemukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada.
2. Merumuskan Masalah
Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari dari kesenjangan , selanjutnya difokuskan pada masalah apa yang pantas untuk dikaji. Kemampuan yang diharapkan dari sisa dalam langkah ini adalah siswa dapat menentukan proiritas masalah.
3. Merumuskan Hipotesis
Kemempuan yang diharapkan siswa dalam tahapan ini adalah siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang diingin diselesaikan.
4. Mengumpulkan Data
Sebagai proses berpikir empiris, keberadaan data dalam proses berpikir ilmiah merupakan hal yang sangat penting. Sebab, menetukan cara penyelesaian masalah sesuai dengan hipotesis yang diajukan harus sesuai dengan data yang ada. Kemampuan yang diharapkan pada tahap ini adalah kecakapan siswa untuk mengumpulkan dan memilah data, kemudian memetakan dan menyajikannya dalam berbagai tampilan sehingga mudah dipahami.
5. Menguji Hipotesis
Beradasrkan data yang dikumpulkan, akhirnya siswa bebas menentukan hipotesis mana yang diterima dan mana yang ditolak. Kemampuan yang diharapkan siswa pada tahap ini adalah kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk meihat hubungannya dengan masalah yang dikaji. Disamping itu , diharapkan siswa dapat mengambil keputusan dan kesimpulan.
6. Menentukan Pilhan Penyelesaian
Kemampuan yang diharapkan pada tahap ini adalah kecakapan memilih altenatif penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternative yang dipilih, termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap pemilihan.
4. Keunggulan dan Kelemahan SPBM
Dari penjelasan di atas dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan di dalam proses pembelajaran, yaitu:

Keunggulan :
Sebagai suatu strategi pembelajaran, strategi pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, di antaranya:
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi siswa.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6. Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
7. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
8. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
9. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar.
Kelemahan:
Di samping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran berbasis masalah juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya:
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.


E. STRATEGI PEMBELAJARAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR (SPPKB)

1. Hakikat dan Pengertian Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berfikir (SPPKB)

Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan.
Pengertian di atas mengandung beberapa hal, yaitu :
Pertama, SPPKB adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir, artinya siswa tidak hanya menguasai materi, akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal. Hal ini didasarkan kepada asumsi bahwa kemampuan berbicara secara verbal merupakan salah satu kemampuan berpikir.
Kedua, Telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar pengembangan kemampuan berpikir, artinya gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari dan atau berdasarkan kepada kemampuan anak untuk mendeskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, Sasaran akhir SPPKB adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan taraf perkembangan anak.

Metode pengajaran yang dapat digunakan sebagai implementasi dari SPPKB adalah metode tanya jawab, eksperimen, diskusi, kerja kelompok, pemberian tugas belajar, metode karya wisata, pemberian latihan dsb.

2. Latar Belakang Filosofis dan Psikologis SPPKB

a). Latar belakang filosofis

Pembelajaran adalah proses interaksi, baik antara manusia dengan manusia maupun manusia dengan lingkungan. Interaksi ini ditujukan untuk perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor. Pengembangan afektif erat kaitannya dengan meningkatkan aspek pengetahuan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Timbul pertanyaan apakah pengetahuan itu ? Bagaimana memperolehnya ?
Dilihat dari bagaimana pengetahuan itu bisa diperoleh manusia, dapat didekati dari dua pendekatan yang berbeda, yaitu pendekatan rasional dan pendekatan empiris.
Aliran Rasionalisme mangatakan bahwa pengetahuan menunjuk kepada objek dan kebenaran itu merupakan akibat dari deduksi logis (mengambil keputusan yang khusus berdasarkan kepada kaidah yang umum secara rasional).
Aliran Empirisme mengatakan bahwa pengetahuan berdasarkan kepada pengalaman dalam memahami objek. Aliran ini memandang bahwa semua kenyataan itu diketahui melalui indera dan kriteria kebenaran itu adalah kesesuaian dengan pengalaman.
Selanjutnya muncul aliran konstruktivisme, yang mengatakan bahwa pengetahuan itu bukan hanya terbentuk dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek dalam menangkap setiap objek yang diamati. Dengan demikian pengetahuan terbentuk oleh 2 faktor penting yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan diperoleh bukan sebagai hasil tranfer dari orang lain, tetapi pengetahuan diperoleh melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena dan lingkungan yang ada. Oleh karena itu model pembelajaran berpikir menakankan kepada aktivitas siswa untuk mencari pemahaman akan objek, menganalisis dan mengkonstruksinya sehingga terbentuk pengetahuan baru dalam individu.

b). Latar belakang psikologis

Landasan psikologis SPPKB adalah aliran psikologi kognitif. Menurut aliran kognitif, belajar merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral. Sebagai gerakan mental perilaku manusia tidak hanya gerakan fisik, tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang menggerakan fisik itu, yaitu kebutuhan. Dalam prespektif psikologi kognitif, belajar adalah proses aktif individu dalam membangun pengetahuan dan pencapaian tujuan. Proses belajar tidak tergantung kepada pengaruh dari luar, tetapi sangat tergantung kepada individu yang belajar. Dengan demikian tingkah laku manusia merupakan ekspresi yang dapat diamati sebagai akibat dari eksistensi internal yang pada hakikatnya bersifat pribadi.

3. Hakikat Kemampuan Berfikir dalam SPPKB

Menurut Peter Reason (1981) berpikir (thingking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Menurutnya, mengingat dan memahami lebih bersifat pasif daripada berpikir. Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan, sedang memahami memerlukan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antar aspek dalam memori. Adapun berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga di luar informasi yang didengarnya.
Kemampuan berpikir memerlukan kemampuan mengingat dan memahami. Dengan demikian kemampuan berpikir pasti diikuti oleh kemampuan mengingat dan memahami, tetapi belum tentu orang yang memiliki kemampuan mengingat dan memahami memiliki kemampuan untuk berpikir.
SPPKB bukan hanya model pembelajaran yang mengarahkan peserta didik agar dapat mengingat dan memahami berbagai data, fakta atau konsep, akan tetapi bagaimana data, fakta atau konsep tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir siswa dalam mengahadapi dan memecahkan suatu persoalan.

4. Karakteristik SPPKB

Sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, SPPKB memiliki tiga karakteristik utama, yaitu :
1. Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan kepada proses mental siswa secara maksimal. Artinya kegiatan belajar itu bukan hanya disebabkan oleh adanya stimulus dan respon saja, tetapi juga disebabkan oleh dorongan mental yang diatur oleh otak.
2. SPPKB dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus menerus untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
3. SPPKB merupakan model pembelajaran yang menyandarkan kepada dua sisi yang sama penting yaitu sisi proses dan sisi hasil belajar. Sisi proses diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkonstruksi pengetahuan dan penguasaan materi pembelajaran baru.

5. Perbedaan SPPKB dengan Pembelajaran Konvensional

 Strategi Pembelajaran Konvensional:
 Peserta didik sebagai objek belajar.
 Pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
 Perilaku dibangun atas proses kebiasaan.
 Kemampuan didasarkan atas latihan-latihan
 Tujuan akhir adalah penguasaan materi pembelajaran.
 Perilaku dilakukan karena faktor pendorong dari luar (mis. Karena takut dihukum dll).
 Pengetahuan bersifat absolut dan final, karena pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain.
 Keberhasilan siswa diukur hanya melalui test.

 Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir (SPPKB):
 Peserta didik sebagai subjek belajar.
 Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata (pengalaman siswa).
 Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
 Kemampuan didasarkan atas penggalian pengalaman.
 Tujuan akhir adalah kemampuan berpikir dengan menghubungkan pengalaman dengan kenyataan.
 Perilaku dilakukan karena faktor pendorong dari dalam (mis. karena bermanfaat dll).
 Pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai pengalaman yang dialaminya.
 Keberhasilan siswa diukur dari proses dan hasil belajar

6. Tahapan-tahapan Pembelajaran SPPKB

Ada 6 tahapan dalam SPPKB, yaitu :

a. Tahap Orientasi
Tahap ini dilakukan dengan , pertama, penjelasan tujuan yang harus dicapai, baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan materi maupun proses pembelajaran. Kedua, penjelasan proses pembelajaran yang harus dilkukan oleh siswa.
b. Tahap Pelacakan
Tahap ini merupakan tahap penjajakan untuk memahami sejauh mana pengalaman dan kemampuan dasar siswa yang sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang dibicarakan. Tahap ini dilakukan secara dialogis dan menjadi pijakan dalam pengembangan dialog dan tanya jawab pada tahap selanjutnya.

c. Tahap Konfrontasi
Tahap ini merupakan tahap penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Pada tahap ini guru harus dapat mengembangkan dialog agar siswa benar-benar memahami persoalan yang harus dipecahkan. Hal ini penting, karena pemahaman terhadap masalah akan mendorong siswa untuk berpikir.

d. Tahap Inkuiri
Pada tahap ini siswa diajak untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya. Oleh karena itu guru harus memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dalam upaya pemecahan persoalan.

e. Tahap Akomodasi
Tahap ini merupakan tahap pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini melalui dialog, guru membimbing siswa agar dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar topik yang dipermasalahkan.

f. Tahap Transfer
Tahap ini merupakan tahap penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Pada tahap ini guru dapat memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topik pembahasan.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran SPPKB, yaitu :
1. SPPKB adalah model pembelajaran yang bersifat demokratis.
2. SPPKB dibangun dalam suasana tanya jawab.
3. SPPKB merupakan model pembelajaran yang dikembangkan dalam suasana dialogis.

F. STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF (SPK)

1. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Ada lima unsur dalam pembelajaran ini menurut Johnson & Johnson, 1993, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Dalam strategi Pembelajaran ini, mengembangkan diri, dan bertanggung jawab secara individu.
Kagan (1992) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi instruksional yang melibatkan interaksi siswa secara kooperatif dalam mempelajari suatu topik sebagai bagian integral dari proses pembelajaran. Adapun Jacob (1999) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu metode instruksional dimana siswa dalam kelompok kecil bekerjasama dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas akademik.
Pada pembelajaran kooperatif ini, setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Pada pembelajaran ini, menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif dimana siswa dapat memperoleh, dan mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara kelompok. Melalui strategi pembelajaran ini, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam PBM, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Memungkinkan juga semua siswa dapat menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama atau sejajar.
Disini guru bukan lagi berperan sebagai satu-satunya narasumber dalam PBM, tetapi sebagai mediator, stabilisator dan manajer pembelajaran. Belajar yang berlangsung dalam suasana keterbukaan dan demokratis akan memberikan kesempatan yang optimal bagi siswa untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang dibelajarkan dan sekaligus melatih sikap dan keterampilan sosialnya sebagai bekal dalam kehidupannya di masyarakat.

Metode pengajaran yang dapat digunakan sebagai implementasi dari SPK adalah metode diskusi kelompok atau kerja kelompok, dan pemberian tugas belajar.

2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Pertama, Positive interdependence, hal ini menunjukkan adanya saling ketergantungan diantara anggota kelompok. Bila salah satu gagal, maka yang lain akan ikut gagal. Jadi setiap anggota harus berusaha keras agar tercapai keberhasilan individual, karena setiap individu yang gagal dan berhasil akan saling mempengaruhi.
Kedua, Individual accountability, jadi setiap individu mempunyai rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kelompok agar hasil belajar menjadi baik.
Ketiga, Face to face promotive interaction, maksudnya adalah setiap anggota kelompok harus saling membelajarkan dan mendorong agar tujuandan tugas yang diberikan dapat dikuasai oleh semua anggota kelompok.
Keempat, Appropriate use of collaborative skills, dalam kelompok ini setiap individu berlatih untuk dapat dipercaya, mempunyai jiwa kepemimpinan, dapat mengambil keputusan, mampu berkomunikasi, dan memiliki keterampilan untuk mengatur konflik.
Kelima, Group processing, artinya setiap anggota harus dapat mengatur keberhasilan kelompok, secara berkala mengevaluasi kelompoknya, serta mengidentifikasi perubahan yang akan dilakukan agar pekerjaan kelompoknya lebih efektif lagi.

3. Tujuan Strategi Pembelajaran kooperatif

Strategi pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran, Ibrahim, ddk (2000:78) sebagai berikut:
1). Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa strategi ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Strategi struktur penghargaan kooperatif juga telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
2). Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidak mampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbada latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
3). Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.

Pembelajaran kooperatif bukan hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik harus mempelajari keterampilan keterampilan khusus atau peserta didik harus mempelajari keterampilan keterampilan khusus ang disebut keterampilan kooperatif. Fungsi keterampilan kooperatif adalah untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Untuk membuat keterampilan kooperatif dapat bekerja, guru harus mengajarkan keterampilan-keterampilan kelompok dan sosial yang dibutuhkan. Keterampilan keterampilan itu menurut Ibrahim, dkk (2000:47 55) antara lain:
a). Keterampilan-keterampilan sosial
Keterampilan sosial melibatkan perilaku yang menjadikan hubungan sosial berhasil dan memungkinkan seseorang bekerja secara efektif dengan orang lain
b). Keterampilan berbagi
Banyak siswa mengalami kesulitan berbagi waktu dan bahan. Komplikasi ini dapat mendatangkan masalah pengelolaan yang serius selama pelajaran pembelajaran kooperatif. Siswa-siswa yang mendominasi sering dilakukan secara sadar dan tidak memahami akibat perilaku mereka terhadap siswa lain atau terhadp kelompok mereka.
c). Keterampilan Berperan Serta
Sementara ada sejumlah siswa mendominasi kegiatan kelompok, siswa lain tidak mau atau tidak dapat berperan serta. Terkadang siswa yang menghindari kerja kelompok karena malu. Siswa yang tersisih adalah jenis lain siswa yang mengalami kesulitan berperan serta dalam kegiatan kelompok.
d). Keterampilan-keterampilan komunikasi
Kelompok pembelajaran kooperatif tidak dapat berfungsi secara efektif apabila kerja kelompok itu tidak ditandai dengan miskomunikasi. Empat keterampilan komunikasi, mengulang dengan kalimat sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan mengecek kesan adalah penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa untuk memudahkan komunikasi di dalam seting kelompok.
e). Keterampilan-keterampilan kelompok
Kebanyakan orang telah mengalami bekerja dalam kelompok dimana anggota-anggota secara individu merupakan orang yang baik dan memiliki keterampilan sosial. Sebelum siswa dapat belajar secara efektif di dalam kelompok pembelajaran kooperatif, mereka harus belajar tentang memahami satu sama lain dan satu sama lain menghormati perbedaan mereka

4. Prinsip Strategi Pembelajaran Koperatif

Strategi pembelajaran kooperatif ini terdiri dari tiga prinsip yaitu :
1). Belajar aktif
Yaitu ditunjukkan dengan adanya keterlibatan intelektual dan emosional dalam proses pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi, mengemukakan pendapat dan idenya, melakukan eksplorasi terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara bersama-sama didalam kelompok.
2). Pendekatan Konstruktivistik
Dalam strategi pembelajaran kooperatif dapat mendorong siswa untuk mampu membangun pengetahuan secara bersama-sama didalam kelompok. Mereka didorong umtuk menemukan dan mengkonstruksi materi yang sedang dipelajari melalui diskusi, observasi atau percobaan.
3). Pendekatan Kooperatif
Pendekatan ini mendorong dari memberi kesempatan kepada siswa untuk terampil berkomunikasi. Artinya, siswa didorong untuk mampu menyatakan pendapat atau idenya dengan jelas, mendengarkan orang lain dan menanggapinya dengan tepat.
Sedangkan prinsip dari strategi pembelajaran kooperatif adalah:
1) Kemampuan kerjasama
2) Otonomi Kelompok
3) Interaksi Bersama
4)Keikutsertaan bersama
5)Tanggung jawab individu
6)Ketergantungan Positif
7)Kerjasama merupakan suatu nilai

5. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Kooperatif

Keunggulan:
 Melalui Strategi pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber dan dapat belajar dari siswa yang lain.
 Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan, mengembangkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain
 Strategi pembelajaran koopratif dapat membantu anak untuk respect pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan
 Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar
 Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial
 Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.
 Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (rill).
 Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.


Kelemahan :

 Untuk memahami dan mengerti filosofis strategi pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu.
 Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran langsung didasarkan kepada hasil kerja kelompok.
 Keberhasilan strategi pembelajaran langsung dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang

Strategi Pembelajaran Kooperatif Dalam Pembelajaran
Dalam memulai pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif, maka guru merancang pembelajaran, mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai. Guru juga menetapkan sikap dan keterampilan-keterampilan sosial yang diharapkan dapat dikembangkan dan diperlihatkan oleh siswa selama pembelajaran berlangsung. Guru kemudian mengorganisasikan materi tugas yang akan dikerjakan bersama-sama dalam kelompok dengan mengembangkan lembar kerja siswa. Untuk memulai pembelajarannya, guru menjelaskan tujuan yang harus diperlihatkan siswa terlebih dahulu.
Dalam menyampaikan materi pembelajaran, pemahaman dan pendalamannya akan dilakukan siswa ketika belajar secara bersama-sama dalam kelompok. Pemahaman dan perlakuan guru terhadap siswa secara individual sangat menentukan kebersamaan dari kelompok yang terbentuk.

G. STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL)
1. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Contextual Teaching And Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Untuk itu ada beberapa catatan dalam penerapan CTL sebagai suatu strategi pembelajaran, diantaranya:
1. Strategi pembelajaran kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
2. Strategi pembelajaran kontekstual memandang bahwa belajar bukan menghafal akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
3. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan.
4. Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri bukan hasil pemberian dari orang lain.
Dari uraian di atas ada beberapa hal yang perlu dipahami tentang CTL, yaitu :
Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks ini tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai bekal siswa dalam mengarungi kehidupan nyata
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.
1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
2. Pembelajaran ntuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge)
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
4. Mempraktikan pengetrahuan dan pengalaman tersebut (applying knomledge)
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge)
Metode pengajaran yang dapat digunakan sebagai implementasi dari strategi pembelajaran kontekstual adalah metode demonstrasi, metode simulasi, metode tanya jawab, observasi, eksperimen, metode karya wisata dsb.
2. Latar Belakang Filosofi dan Psikologis CTL

a. Latar belakang Filosofis
CTL banyak dipengarhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman, dan proses penyempurnaan skema itu dinamakan asimilasi dan semakin besar pertumbuhan anak maka skema akan semakin sempurna yang kemudian disebut dengan proses akomodasi.
Pendapat Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif anak, sangat berpengaruh terhadap beberapa model pembelajaran, diantaranya model pembelajaran kontekstual.. menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa.
b. Latar belakang Psikologis
Dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respon. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman.
Ada beberapa hal yang perlu dipahami tentang belajar dalam konteks CTL.
1. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki
2. Belajar bukan sekedar mengumnpulkan fakta yang lepas-lepas.
3. Belajar adalah proses pemecahan masalah
4. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang dari yang sederhana menuju yang kompleks
5. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.
3. Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensioanal
NO Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensioanal
CTL Pembelajaran Konvensional
1 Siswa sebagai subjek belajar Siswa sebagai objek belajar
2. Siswa belajar melalui kegiatan kelompok Siswa lebih banyak belajar secara individu
3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata Pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak
4 Kemampuan didasarkan atas pengalaman Kemampuan diperoleh dari latihan-latihan
5 Tujuan akhir kepuasan diri Tujuan akhir nilai atau angka
6 Prilaku dibangun atas kesadaran Prilaku dibangun oleh factor dari luar
7 Pengetahuan yang dimiliki individu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya Pengetahuan yang dimiliki bersifat absolute dan final, tidak mungkin berkembang.
8 Siswa bertanggungjawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran Guru penentu jalannya proses pembelajaran
9 Pembelajaran bisa terjadi dimana saja Pembelajaran terjadi hanya di dalam kelas
10 Keberhasilan pembelajaran dapat diukur dengan berbagai cara Keberhasilan pembelajaran hanya bisa diukur dengan tes
4. Peran Guru dan Siswa dalam CTL
Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut dinamakan sebagai unsure modalitas belajar. Menurut Bobbi Deporter (1992) ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe visual, auditorial dan kinestis. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, sedang tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya, dan tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara bergerak.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan CTL.
1. Siswa harus dipandang sebagai individu yang sedang berkembang
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan
3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan atau keterhubungan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui
4. Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada.
5. Asas-Asas CTL
CTL sebagi suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL
a). Konstruktivisme (construksivisme)
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
b). Inkuiri (inquiry)
Menurut asas inkuiri, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Proses inkuiri dilakukan dalam beberapa langkah:
1. Merumuskan masalah
2. Mengajukan hipotesis
3. Mengumpulkan data
4. Menguji hipnotis berdasarkan data yang ditemukan
5. Membuat kesimpulan
c). Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
1. menggali informasi dan kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran
2. membangkitkan motvasi siswa untuk belajar
3. merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuat
4. memfokuskan siswa pada suatu yang diinginkan
5. membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu

d). Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep Masyarakat Belajar (Learning Community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas CTL, asas ini dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.
e). Pemodelan (Modeling)
Merupakan proses pembelajarn dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.
f). Refleksi (Reflection)
Merupakan proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui.
g). Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.
6. Pola dan Tahapan Pembelajaran CTL
a. Pola Pembelajaran Konvensional
Untuk mencapai tujuan kompetensi, guru menerapkan strategi pembelajaran sebagai berikut:
• Siswa disuruh untuk membaca buku tentang pasar
• Guru menyampaikan materi pelajaran
• Guru memberikan kesempatan pada siswa untk bertanya
• Guru mengulas pokok-pokok materi pelajaran yang telah disampaikan dan dilanjutkan dengan kesimpulan
• Guru melakukan post-tes
• Guru menugaskan kepada siswa untuk membuat karangan sesuai dengan tema “pasar”
Dari model pembelajaran seperti yang dijelaskan diatas, jelas bahwa proses pembelajaran sepenuhnya ada pada kendali guru.
b. Pola Pembelajaran CTL
Untuk mencapai tujuan kompetensi yang sama dengan menggunakan CTL guru menerapkan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
1. Pendahuluan
 Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
 Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL
 Guru melakukan Tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.
2. Inti
Dilapangan, siswa melakukan observasi dan mencatat hal-hal yang mereka temui, didalam kelas siswa mendiskusikan hasil temuan, melaporkan hasil diskusi dan menjawab pertanyaan yang diajukan kelompok lain.
3. Penutup
Siswa dengan dibantu oleh guru menyimpulkan hasil observasi dan guru menugaskan siswa untuk membuat karangan sehubungan dengan masalah yang dibahas.
Pada CTL untuk mendapatkan kemampuan pemahaman konsep, anak mengalami langsung dalam kehidupan nyata di masyarakat. Kelas bukanlah tempat untuk mencatat atau menerima informasi dari guru, akan tetapi kelas digunakan untuk saling membelajarkan. Untuk itu ada beberapa catatan dalam penerapan CTL sebagai suatu strategi pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1. CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
2. CTL memandang bahwa belajar bukan menghafal, akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
3. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan.


H. STRATEGI PEMBELAJARAN AFEKTIF
1. Pengertian Strategi Pembelajaran Afektif
Strategi pembelajaran afektif adalah strategi yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif saja, akan tetapi juga bertujuan untuk mencapai dimensi lainya. Yaitu sikap dan keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang sulit di ukur karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat muncul dalam kejadian behavioral yang diakibatkan dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru.
Metode pengajaran yang dapat digunakan sebagai implementasi dari strategi pembelajaran afektif adalah metode tanya jawab, diskusi kelompok, simulasi, dsb.
2. Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap
Sikap (afektif) erat kaitanya dengan nilai yang dimiliki oleh seseorang, sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki, oleh karenanya pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai. Nilai, adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifat-sifatnya tersembunyi, tidak berada dalam dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, layak dan tidak layak, pandangan seseorang tentang semua itu, nilai pada dasarnya adalah setandar perilaku seseorang. Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman perilaku kepada peserta didik yang diharapkan kepada siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggap baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
 Normativist : Kepatuhan yang terdapat pada norma-norma hukum.
Integralist : Kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional.
 Fenomalist : Kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa-basi.
 Hedonist : Kepatuhan berdasarkan diri sendiri.

Dari empat faktor diatas terdapat lima tipe kepatuhan, yakni :
a). Otoritarian
Yaitu suatu kepatuhan tanpa reserve atau kepatuhan yang ikut-ikutan.
b). Conformist
Kepatuhan ini mempunyi tiga bentuk, antara lain : Conformist directed, yaitu penyesuaian diri terhadap masyarakat atau orang lain, conformist hedonist yaitu kepatuhan yang berorientasi pada “untung-rugi” dan conformist integral yaitu kepatuhan yang menyesuaikan kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat.
c). Compulsive : Yaitu kepatuhan yang tidak konsisten
d). Hedonik Psikopatik
Yaitu kepatuhan pada kekayaan tanpa memperhitungkan kepentingan orang lain.
e). Supramoralist
Yaitu kepatuhan karena keyakinan yang tinggi terhadap nilai-nilai moral.
Nilai bagi seseorang tidaklah statis akan tetapi selalu berubah, setiap orang akan selalu menganggap sesuatu itu baik sesuai dengan pandangannya pada saat itu. Oleh sebab itu, sisytem nilai yang dimiliki seseorang bisa di bina dan di arahkan. Komitmen seseorang terhadap suatu nilai tertentu terjadi melalui pembentukan sikap, yakni kecenderungan seseorang terhadap suatu objek, misalnya jika seseorang berhadapan dengan sesuatu objek, dia akan menunjukan gejala senang atau tidak senang, suka atau tidak suka. Goul (2005) menyimpulkan tentang nilai tersebut, sbb :
 Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya.
 Pengembangan dominant efektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik.
 Masalah nilai adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa dibina.
 Perkembangan nilai atau moral tidak akan terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu.
Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang di anggap baik atau tidak baik. Dengan demikian, berlajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna atau berharga (sikap positif) dan tidak berguna atau berharga (sikap negatife).
3. Proses Pembentukan Sikap
a). Pola pembiasaan
Dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara di sadari maupun tidak, guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan, misalnya sikap siswa yang setiap kali menerima perilaku yang tidak menyenangkan dari guru, satu contoh mengejek atau menyinggung perasaan anak. Maka lama kelamaan akan timbul perasaan benci dari anak yang pada akhirnya dia juga akan membenci pada guru dan mata pelajarannya.
b). Modeling.
Pembelajaran sikap dapat juga dilakukan melalui proses modeling yaitu pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses pencontoaan. Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang adalah keinginan untuk melakukan peniruan (imitasi). Hal yang di tiru itu adalah perilaku-perilaku yang di peragakan atau di demontrasikan oleh orang yang menjadi idman. Modering adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang di hormatinya. Pemodelan biasanya di nilai dari perasaan kagum.
4. Model Strategi Pembelajaran Sikap
Setiap strategi pembelajaran sikap pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konflik atau situasi problematic, melalui situasi ini diharapkan siswa dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai yang di anggapnya baik.
a). Model Konsiderasi
Model konsiderasi di kembangkan oleh Mc Paul, seorang humanis, paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognitif yang rasional. Menurutnya pembentukan atau pembelajaran moral siswa adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk keperibadian, tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia yang memiliki keperibadian terhadap orang lain.
b). Model Pengembangan Kognitif
Model ini banyak diilhami oleh pemikiran John dewey dan Jean Piage yang berpendapat bahwa perkembangan manusia menjadi sebagai proses dari restrukturisasi kognitif yang berlangsung serta berangsur-angsur menurut aturan tertentu.
c). Tehnik Mengklarifikasikan Nilai
Tehnik volume clarification technic Que atau VCT dapat di tarik sebagai tehnik pengajaran untuk membentuk siswa dalam menerima dan menentukan suatu nilai yang di anggapnya baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai menurut anggapanya baik, yang pada akhirnya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilaku dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
5. Kesulitan Dalam Pembelajaran Afektif.
Kesulitan dalam pembelajaran afektif ini dikarnakan :
Pertama, selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku cenderung dirahkan untuk pembentukan intelektual. Sehingga proses pembelajaran ditentukan oleh kriteria kemampuan intelektual. Akibatnya, upaya yang dilakukan setiap guru diarahkn pada bagaimana agar anak dapat menguasai sejumlah pengetahuan sesuai dengan standar isi kurikulum.
Kedua,, Sulit melakukan control karma banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang. Pengembangan kemampuan sikap baik melalui proses pembiasaan maupun modeling bukan hanya di temukan oleh faktor guru, akan tetapi faktor lain terutama faktor lingkungan.
Ketiga, Keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa di evaluasi dengan segera. Berbeda dengan aspek kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran berakhir, keberhasilan dari pembentukan sikap dapat dilihat pada rentang waktu yang cukup pnjang. Hal ini disebabkan sikap berhubungan dengan internalisasi nilai yang memerlukan proses lama.
Keempat, Pengaruh kemajuan teknologi, berdampak pada pembentukan karakter anak, tidak bisa dipungkiri program-program TV yang menayangkan acara produksi luar negri yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, maka dari itu perlahan tapi pasti budaya asing yang belum cocok dengan budaya lokal menerobos dalam setiap ruang kehidupan.

1 komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
mahasiswi STKIP YPM bangko jurusan MIPA prodi matematika

Pengikut