Halaman

Selasa, 10 Januari 2012

pengelolaan kelas mhia

MATERI PENGELOLAAN KELAS

BAB I
PENGANTAR PERKULIAHAN


a. RASIONAL
Dalam suatu proses belajar mengajar terdapat dua masalah yang turut menentukan berhasil tidaknya suatu proses belajar mengajar, yaitu permasalahan pengelolaan (Management Problem) dan masalah pengajaran (Instructional Problem), antara keduanya terdapat suatu korelasi yang tinggi.
Masalah pengajaran itu akan berhasil, dalam arti tercapainya tujuan-tujuan instruksional, akan sangat tergantung pada masalah pengelolaan. Artinya bilamana masalah pengelolaan kelas itu telah diatur sedemikian rupa, sehingga dapat menciptakan atau mempertahankan kondisi yang optimal yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar.


b. KEGIATAN MENGAJAR DAN MENGELOLA KELAS
Guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari menghadapi permasalahan dengan kegiatan-kegiatan didalam kelasnya. Permasalahan ini meliputi dua jenis, yaitu yang menyangkut masalah pengajaran dan masalah pengelolaan kelas. Seorang guru harus mampu membedakan kedua permasalahan tersebut dan menemukan pemecahan secara tepat. Untuk lebih jelasnya dapat kita bedakan kegiatan tersebut sebagai berikut :
- Kegiatan mengajar :
1. Menelaah masalah kebutuhan-kebutuhan siswa/mahasiswa.
2. Menyusun rencana pelajaran kepada siswa/mahasiswa.
3. Menyajikan pelajaran kepada siswa/mahasiswa.
4. Mengajukan pertanyaan kepada siswa/mahasiswa.
5. Mengevaluasi kemajuan siswa/mahasiswa.
- Kegiatan pengelolaan kelas, meliputi :
1. Menciptakan dan mempertahankan suasana (kondisi) kelas, agar kegiatan mengajar itu dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
2. Memberikan ganjaran dengan segera yang berbentuk penguat (reinforcement).
3. Mengembangkna hubungan yang baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa.
4. Mengembangkan aturan permainan didalam kelompok.

Dalam pelaksanaannya sering terjadi, guru-guru menangani masalah yang bersifat pengelolaan kelas dengan pemecahan yang bersifat pengajaran atau sebaliknya.
Contoh : seorang guru berusaha membuat pelajaran lebih menarik agar siswa yang sering tidak masuk menjadi tertarik untuk menghadiri pelajaran itu, padahal siswa tersebut tidak senang berada di kelas itu, karena ia merasa tidak diterima oleh teman-temannya.
Pemecahan seperti ini tentu saja tidak tepat, membuat pelajaran lebih menarik adalah “permasalahan pengajaran” sedangkan diterima atau tidak oleh teman-temannya adalah “permasalahan pengelolaan kelas”. Jadi masalah pelajaran harus ditangani dengan permasalahan pengajaran dan permasalahan pengelolaan kelas ditangani dengan masalah pengelolaan kelas.
Dalam kenyataan sehari-hari kedua jenis kegiatan itu menyatu dalam kegiatan atau tingkah laku guru, sehingga sukar dibedakan. Namun demikian, pembedaan seperti tertera diatas amatlah perlu, terutama apabila kita ingin menanggulangi secara tepat permasalahan yang berkaitan dengan kelas.
Untuk lebih jelasnya kegiatan pengelolaan kelas ini akan kita uraikan secara lebih rinci pada uraian berikut ini, sedangkan kegiatan-kegiatan pengajaran akan lebih banyak diuraikan pada mata kuliah Strategi Belajar Mengajar dan mata kuliah Proses Belajar Mengajar lainnya.
Untuk lebih mudahnya memahami kegiatan pengelolaan kelas, maka dapat kita kemukakan diagram sebagai berikut : untuk lebih mudah dilaksanakan dalam kelas. (lihat diagram dibawah ini).




KEGIATAN PENGELOLAAN KELAS

c. PENGERTIAN PENGELOLAAN KELAS
1. Pengelolaan kelas yang bersifat otoriter
Pandangan yang bersifat otoriter ini memandang bahwa pengelolaan kelas sebagai proses untuk mengontrol tingkah laku siswa. Dalam kaitan ini tugas guru adalah menciptakan dan memelihara ketertiban suasana kelas. Penggunaan disiplin amat diutamakan, bermacam-macam cara yang digunakan oleh guru untuk mengharuskan anak untuk belajar, baik disekolah maupun dirumah, dengan paksaan, hukuman, bahkan dengan ancaman agar anak menguasai bahan pelajaran yang dianggap perlu untuk ujian dan masa depannya.
Pada sikap otoriter, guru menggunakan kekuasaannya untuk mencapai tujuan tanpa lebih jauh mempertimbangkan akibat bagi anak, khususnya bagi perkembangan pribadinya. Secara lebih khusus dapat diberikan defenisi yang berbunyi : pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas.

2. Pengelolaan kelas yang bersifat permisif
Pengelolaan kelas yang bersifat permisif adalah kebalikan dari sikap otoriter. Pandangan ini menekankan, bahwa tugas guru adalah memaksimalkan kebebasan siswa. Sikap ini membiarkan anak berkembang dengan sebebas-bebasnya tanpa banyak tekanan dan larangan, perintah atau paksaan. Suasana belajar hendaknya menyenangkan, guru tidak menonjolkan dirinya berada dilatarbelakangi untuk memberikan bantuan bila diperlukan, yang diutamakan adalah perkembangan pribadi anak khusus dalam aspek emosional agar ia bebas dari kegoncangan jiwanya dan menjadi manusia yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan demikian defenisi kedua berbunyi,”pengelolaan kelas ialah seperangkat seperangkat kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa”.
Kedua pandangan tersebut diatas, baik otoriter maupun permisif mempunyai sejumlah pengikut namun keduanya dianggap kurang efektif bahkan kurang bertanggung jawab. Pandangan otoritatif adalah kurang manusiawi sedangkan pandangan permisif kurang realistic.

3. Pengelolaan kelas yang bersifat behavioral modification
Bila guru mengajarkan suatu mata pelajaran ia tidak hanya mengutamakan mata pelajaran, akan tetapi juga harus memperhatikan anak itu sendiri sebagai manusia yang harus dikembangkan pribadinya.
Dalam kaitan ini pengelolaan kelas dipandang sebagai proses pengubahan tingkah laku siswa, peranan guru adalah mengembangkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan, secara singkat guru membantu siswa dalam mempelajari tingkah laku yang tepat melalui prinsip-prinsip yang diambil dari teori-teori penguat (reinforcement), sehingga dapat terpeliharanya keseimbangan intelektualnya dan perkembangan psikologis anak.
Defenisi yang didasarkan pengubahan tingkah laku ini berbunyi, ”pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan.

4. Pengelolaan kelas yang bersifat iklim sosio emosional
Pandangan ini mempunyai anggapan dasar, bahwa kegiatan belajar akan berkembang secara maksimal didalam kelas yangh beriklim positif, yaitu suasana hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
Untuk terciptanya suasana seperti ini, guru memegang peranan penting dalam mengembangkan iklim sosio emosional kelas yang positif melalui penumbuhan hubungan interpersonal yang sehat. Dalam kaitan ini defenisi keempat berbunyi, “pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio emosional kelas yang positif.

5. Pengelolaan kelas yang bersifat proses kelompok
Pengelolaan kelas ini beranggapan dasar, bahwa pengajaran berlangsung dalam kaitan kelas/kelompok, sekaligus merupakan sistim social dalam kelompok ini merupakan intinya. Dengan demikian kehidupan kelas sebagai kelompok dipandang mempunyai pengaruh yang amat berarti terhadap kegiatan belajar, meskipun belajar dianggap sebagai proses individual.
Peranan guru adalah agar ia dapat memberikan motifasi kepada siswa untuk dapat berkembang melalui kelas yang efektif. Defenisi kelima ini berbunyi, “pengelolaan kelas ialah seperangkat kegitan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif.

Ketiga pengelolaan terakhir tersebut diatas masing-masing bertitik tolak dari dasar pandangan yang berbeda. Dari ketiga pandangan itu , tidak satupun pernah dibuktikan sebagai pandangan yang terbaik, oleh karena itu adalah bermanfaat apabila guru mampu membentuk suatu pandangan yang bersifat pluralistic, yaitu pandangan yang merangkum ketiga bentuk pengelolaan kelas, yaitu pandangan pengubahan tingkah laku, iklim sosio emosional dan proses kelompok.
Yang dimaksud dengan pandangan pluralistic berbunyi, “pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan untuk mengembangkan hubungan tingkah laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan, mengembangkan hubungan interpersonal dan iklim sosio emosional yang positif serta mengembangkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif dan positif.


BAB II
PENGATURAN TEMPAT DUDUK DAN TATA RUANG

1. KONDISI SUBJEK DIDIK
Untuk mempelajari macam-macam pengaturan tempat duduk, seorang guru harus terlebih dahulu memperhatikan kondisi individu dari subyek didik, karena kondisi subyek didik ini merupakan factor yang paling menentukan terhadap proses dan hasil belajarnya. Kondisi subyek didik dapat dibedakan :

a. Kondisi Fisik
Kondisi fisik seseorang yang sedang menurun seperti sakit, kurang gizi, lelah, kondisi panca indera terutama penglihatan dan pendengaran sangat mempengaruhi, mengganggu terhadap proses dan hasil belajar seseorang.
Oleh karena itu seorang guru harus memperhatikan hal ini semua, terutama sekali terhadap anak didik yang kurang penglihatan dan pendengarannya, yaitu dengan meletakkan mereka pada tempat duduk yang sesuai dengan keadaannya seperti anak yang kurang penglihatan dan pendengarannya diletakkan didepan. Kalau ia tinggi disamping depan dan yang sedang ditengah dan sebagainya, demikian pula terhadap anak yang sehat meletakkan mereka pada tempat duduk yang sesuai pula dengan keadaan.
Terhadap anak yang nakal harus pula mendapat perhatian yang khusus dari seorang guru, kalau memungkinkan ia diletakkan tempat duduk dekat anak yang baik dan pintar, dan kalau juga ia tidak dapat baik, harus diletakkan pada tempat duduk yang dapat dikuasai oleh guru sendiri.

b. Kondisi Psikologis
Disamping kondisi fisik, harus pula diperhatikan oleh seorang guru kondisi psikologis seperti kecerdasan, perasaan, kemauan, bakat, minat, perhatian, motivasi, tempo dan irama perkembangan dan lain-lain sangat berpengaruh sekali terhadap proses dan hasil belajar dari pada siswa.
- Kecerdasan
Tingkat kecerdasan harus mendapat perhatian oleh seorang guru, seorang siswa harus ditempatkan pada kelas yang sesuai dengan tingkat kecerdasannya atau kelas yang didudukinya. Untuk tiungkat kecerdasan seseorang siswa ada baiknya kita pedomani rumus IQ dibawah ini :
Usia mental anak
Rumus IQ adalah : _____________________= IQ
Usia sesungguhnya

Contoh : seperti anak usia empat tahun
4/3 x 100 = 133

1. Genius diatas = 140
2. Sangat super = 120 – 140
3. Super = 110 – 120
4. Normal = 90 – 110
5. Bodoh = 80 – 90
6. Perbatasan = 70 – 80
7. Dungu = 60 – 70

- Perasaan
Seorang guru harus juga memperhatikan perasaan seorang siswanya terutama terhadap perasaan yang tidak menyenangkan siswa. Seorang guru dituntut untuk dapat menciptakan dan mempertahankan hubungan interpersonal yang harmonis antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa sehingga siswa senang dan bergairah untuk belajar.
Perasaan-perasaan yang tidak mengenakkan terutama yang datang dari seorang guru maupun dari siswa itu sendiri.

- Bakat dan minat
Seorang guru dituntut untuk dapat memupuk bakat dan minat dari siswa yaitu dengan menyalurkan apa yang menjadi bakat dan minat siswa, sehingga bakat dan minat pada siswa itu berkembang sesuai dengan minat atau keinginan daripada siswa itu sendiri.
- Perhatian
Kealpaan siswa harus mendapat perhatian dari seorang guru. Kurangnya perhatian atau kelalaian seorang siswa mungkin banyak factor penyebabnya, permasalahan keluarga, tidak atau kurang mendapat perhatian dari orang tuanya, dari sesame teman, ataupun dari guru itu sendiri. Untuk itulah seorang guru harus dapat mengembalikan perhatian dari siswanya, sehingga ia giat belajar kembali.

- Motivasi
Seorang guru harus dapat memberikan dorongan atau motivasi, agar siswanya memperoleh prestasi yang baik dalam belajar, termasuk siswa yang kurang minat dan perhatiannya untuk belajar.
Seorang guru harus menjadi orang yang menyenangkan siswanya yang selalu memberikan dorongan atau motivasi terhadap siswa dengan berbagai cara, karena motivasi yang semacam ini sangat membantu siswa dalam belajar.

- Tempo dan Irama Perkembangan Siswa
Perkembangan siswa tidak selalu sama, adakalanya di SD pintar, di SMP dan SMA bodoh. Kadang-kadang di SD bodoh, di SMP pintar dan di SMA bodoh, adalagi di SD pintar, SMP bodoh dan di SMA pintar, dan lain sebagainya. Hal ini banyak sekali faktor penyebabnya, untuk itulah seorang guru harus mengetahui dan mencari pemecahannya, sehingga seorang guru tidak bingung menghadapinya dalam menemui keadaan semacam hal tersebut diatas. Tugas ini semua adalah tugas seorang guru dalam pengelolaan kelas.

2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IKLIM BELAJAR MENGAJAR YANG SERASI
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar ada beberapa factor iklim yang mempengaruhi, yaitu :
a. Faktor Lingkungan
Ada dua macam factor lingkungan, yaitu lingkungan alam dan lingkungan social. Udara yang bersih, segar, akan memberi pengaruh yang positif terhadap proses belajar dibandingkan dengan udara yang panas dan kotor, begitu pula pada ruangan yang pengab atau di daerah yang gersang juga tidak menggairahkan dan dapat menurunkan prestasi belajar.
Begitu juga mengenai lingkungan social, baik itu orang, refresentasinya (photo, suara, karya) maupun hal-hal lain yang berhubungan dengan kehidupan manusia seperti lalu lintas, pabrik dan sebagainya, semuanya mempunyai pengaruh terhadap proses dan hasil belajar.
Dalam banyak hal pengaruhnya kurang menguntungkan, itulah sebabnya untuk mendirikan gedung sekolah hendaknya harus jauh dari keramaian, seperti tempat-tempat bekerja, pabrik, lalu lintas, jalan raya dan sebagainya.

b. Faktor-faktor Instrumental
Sebaliknya, setelah kita memperhatikan factor lingkungan, maka factor instrumental sengaja diadakan atau direncanakan, dengan maksud memperlancar serta menunjang terjadinya proses belajar mengajar yang mulus dan sesuai dengan yang diharapkan.
Factor-faktor itu berupa perangkat keras atau hardware seperti gedung, laboratorium, perpustakaan dan sebagainya dan begitu pula perangkat lunak (software) seperti misalnya buku-buku paket, kurikulum, buku-buku panduan belajar dan sebagainya.

3. PENGATURAN RUANG BELAJAR
Agar tercipta suasana yang menggairahkan dalam belajar, perlu diperhatikan pengaturan ruang belajar. Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu siswa dalam belajar.
Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal berikut perlu diperhatikan :
- Ukuran dan bentuk kelas
- Bentuk serta ukuran bangku dan meja siswa
- Jumlah siswa didalam kelas
- Jumlah siswa didalam setiap kelompok
- Jumlah kelompok didalam kelas
- Komposisi siswa didalam kelompok (seperti siswa pandai dengan siswa kurang pandai, pria dengan wanita)

4. PENGATURAN SISWA DALAM BELAJAR
Dalam belajar siswa melakukan beragam kegiatan belajar, kegiatan belajar siswa disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa itu sendiri. Ada siswa yang dapat belajar sendiri dan yang dapat belajar secara kelompok, agar kegiatan-kegiatan yang diciptakan guru sesuai dengan kebutuhan cara belajar siswa, diperlukan pengelompokan siswa dalam belajar.
Didalam penyusunan anggota kelompok, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :
Kegitan belajar apa yang akan dilaksanakan (individual, kelompok – klasikal)?
Siapa yang menyusun anggota kelompok ( guru, siswa atau guru dan siswa)?
Atas dasar apa kelompok itu disusun ?
Apakaha kelompok itu tetap atau berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan cara belajar siswa ?
Bila hal-hal terswebut sudah diperhatikan dan dilaknsanakan dengan cara yang paling baik berdasarkan keuntungan-keuntungannya, maka siswa akan lebih bergairah dalam belajar. Dalam pengaturan ruang belajar dan pengaturan siswa dalam belajar harus disesuaikan dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai. Untuk itu ada baiknya kita perhatikan ilustrasi berikut ini (lihat pada halaman disebelah)






BAB III
MASALAH-MASALAH TINGKAH LAKU SISWA


Untuk dapat menangani masalah-masalah tingkah laku siswa secara efektif, guru harus mampu :
• Mengenali secara tepat berbagai jenis masalah tingkah laku siswa, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok.
• Memahami pendekatan mana yang cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah tertentu.
• Memilih dan menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang dimaksud.

MASALAH PERORANGAN
Masalah perorangan ini timbul didasarkan atas adanya suatu pencapaian dalam suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki rasa dirinya berharga dan berguna, jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dirinya berharga, maka ia akan bertingkah laku menyimpang.
Seseorang siswa bertingkah laku menyimpang, melakukan perbuatannya itu karena :
a. Siswa telah mempelajari tingka laku yang menyimpang itu.
b. Siswa tersebut belum mempelajari tingkah laku yang sebaiknya.

Pada masalah perorangan ini ada empat teknik sederhana bagi seorang guru untuk mengetahui tingkah laku siswa, yaitu :
a. Apabila seorang guru merasa ternganggu atau bosan dengan tingkahlaku seorang siswa, tandanya siswa yang bersangkutan adalah mencari perhatian.
Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan social yang saling menerima biasanya (secara aktif maupun pasif), bertingkah laku mencari perhatian orang lain.
Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer melawak (memperolok), membikin onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya, singkatnya tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari yang pasif, dapat dijumpai anak-anak yang malas atau anak yang terus-menerus meminta bantuan orang lain.

b. Apabila guru merasa terancam atau dikalahkan hal ini tandanya siswa tersebut mencari kekuasaan.
Tingkah laku mencari kekuasaan tidak jauh berbeda dengan mencari perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari keuasaan yang aktif selalu suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintah orang lain, dan menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka.
Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang menonjolkan kemalasannya, sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali, anak-anak seperti ini amat pelupa, keras kepala dan secara pasif memperlihatkan ketidak patuhan.

c. Apabila seorang guru merasa amat disakiti, hal ini tandanya siswa yang bersangkutan menuntut balas.
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain.
Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menendang, menggigit) terhadap sesame siswa, penguasa atau petugas begitu pula kejam terhadap binatang. Anak-anak seperti ini merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya dalam pertandingan).
Anak-anak yang suka menunut balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif dari pada pasif, anak-anak penuntut balas ini yang aktif dikenal sebagai anak-anak yang gana dan kejam, sedangkan yang pasifnya dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menentang).
d. Jika seorang guru tidak mampu lagi menolongnya, tandanya siswa tersebut mengalami masalah ketidak mampuan lagi.
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) dan bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya, bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada didepannya hanyalah kegagalan yang terus menerus.
Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi, ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan ketidak mampuan ini selalu berbentuk pasif.

MASALAH KELOMPOK
Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas, yaitu :
a. Kurang kekompakan
Kurang kekompakan kelompok ditandai dengan adanya ketidak cocokan (konflik) diantara anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswi disebabkan karena berlainan jenis kelamin dan suku. Hal ini dapat kita bayangkan, bahwa kelas yang siswa-siswinya tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan, tidak saling membantu. Siswa-siswi dikelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki.
b. Kurang kemampuan mengikuti peraturan kelompok
Kelas yang kurang kemampuan mengikuti peraturan kelompok, hal ini disebabkan oleh karena siswa-siswi tidak mematuhi peraturan kelas yang telah ditetapkan. Kelas ini biasanya suka berisik, bertingkah laku mengganggu, berbicara keras-keras, suka saling dorong-mendorong. Biasanya siswa-siswi begini menyela waktu antri di kantin.
c. Reaksi negative terhadap sesama anggota kelompok
Reaksi negative terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar dilontarkan terhadap anggota yang tidak diterima oleh kelompok itu, biasanya terjadi dari anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok, atau anggota kelompok yang ingin menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok yang dianggap menyimpang kemungkinan atau kemudian dipaksa oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
d. Penerimaan kelas/kelompok atas tingkah laku yang menyimpang
Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya atau mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma social pada umumnya.
Contoh yang amat umum adalah perbuatan memperolok-olokan (mentertawakan), misalnya membuat gambar-gambar yang lucu tentang guru. Jika hal ini terjadi, masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang, masalah kelompok kelihatannya perlu mendapat perhatian.
e. Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan, atau hanya meniru-nirukan kegiatan orang lain
Masalah kelompok itu timbul, bila kelompok itu terganggu dalam kegiatannya. Dalam hal ini kelompok bereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti, bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kelompok.
Contoh yang sering terjadi adalah siswa menolak untuk melakukan karena beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
f. Ketiadaan semangat tidak mau bekerja, suka protes
Masalah kelompok yang paling rumit adalah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal ini dinyatakan secara terbuka maupun secara terselubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu dan sebagainya.
Hal ini merupakan cotoh-contoh protes atau keengganan bekerja. Pada umumnya protes dan keengganan seperti ini disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.
g. Ketidak mampuan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan
Ketidak mampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) bereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, penggantian guru dan lain-lain.
Mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap kelompok. Contoh yang paling sering terjadi adalah tingkah laku siswa yang tidak senang terhadap guru pengganti, padahal biasanya kelas itu kelas yang baik.




BAB IV
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGELOLAAN KELAS

Dalam menghadapi masalah-masalah pengelolaan kelas guru dapat menerapkan berbagai pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan Larangan dan Anjuran
a. Jangan menegur siswa dihadapan teman-temannya.
b. Dalam memberikan peringatan kepada siswa, jangan mempergunakan nada yang keras.
c. Bersikap adil dan tegas terhadap semua siswa.
d. Jangan pilih kasih.
e. Sebelum menghukum siswa, buktikan terlebih dahulu bahwa siswa itu bersalah.
f. Patuhlah pada aturan-aturan yang telah anda tetapkan.

Pendekatan larangan dan anjuran diatas tampaknya mudah, namun karena tidak didasarkan pada teori atau prinsip-prinsip tertentu pada umumnya kurang dapat dilaksanakan secara mantap. Masing-masing perintah atau larangan itu dapat diterapkan atas dasar generalisasi masalah-masalah pengelolaan kelas tertentu.
Guru yang melaksanakan larangan dan anjuran hanya bersifat reaktif terhadap masalah pengelolaan kelas yang timbul, jangkauan tindakan yang reaktif inipun sangat sempit yaitu hanya terbatas pada masalah-masalah yang muncul sewaktu-waktu saja.
Padahal dari guru diharapkan timbulnya tindakan-tindakan yang dapat muncul dimasa depan, sehingga timbulnya masalah itu dapat dicegah, atau apabila masalah-masalah itu timbul juga intensitasnya tidak begitu besar dan dapat ditanggulangi secara tepat.
Kesulitan lainyang dapat timbul dengan diterapkannya pendekatan “larangan dan anjuran” yang mirip-mirip tips itu ialah jika “tips” itu ternyata gagal, maka :
a). Guru dapat kehilangan akal dan menangani masalah yang dihadapi.
b). Guru tidak mampu menganalisa masalah itu dan tidak mampu menemukan alternative-alternatif tindakan yang mungkin justru lebih ampuh daripada larangan dan anjuran sebagaimana tercantum didalam “tips” tersebut.
c). Pendekatan larangan dan anjuran itu bersifat absolute dan tidak membuka peluang bagi diambilnya tindakan-tindakan yang lebih luwes dan kreatif. Pendekatan “tips” ini hanya mengatakan jika terjadi masalah ini, lakukan ini dan itu. Guru-guru yang mengandalkan penerapan pendekatan seperti itu dianggap kurang memanfaatkan potensinya sendiri dan kurang mampu menyelenggarakan pengelolaan kelas secara efektif.

2. Pendekatan Yang Tidak Tepat
a). Hukuman atau ancaman.
b). Pengalihan atau masa bodoh.
c). Penguasaan atau penekanan.

Apabila hal-hal ini dilaksanakan didalam kelas, mungkin akan menghasilkan pengaruh tertentu, namun hasil yang ditimbulkan tidak sebagaimana yang kita harapkan. Tindakan hukuman atau ancaman hanya sekedar mengubah tingkah laku sesaat dan menyinggung aspek-aspek yang bersifat permukaan belaka.
Sayangnya lagi, tindakan ini biasanya diikuti dengan tingkah laku yang negative dari siswa, termasuk tindakan kekerasan. Tindakan pengalihan atau masa bodoh seringkali menimbulkan semangat rendah, ketidak tenangan, kecenderungan mencari kambing hitam, agresif serta tindakan kekerasan lainnya. Tindakan penguasaan atau penekanan akan menghasilkan sikap berpura-pura patuh, diam-diam bahkan tindakan kekerasan.
Pada umumnya tindakan-tindakan berdasarkan pendekatan diatas tidak efektif. Apabila tindakan itu dilaksanakan, hasilnya adalah pemecahan masalah sementara yang barangkali justru diikuti oleh timbulnya masalah-masalah yang paling parah. Dapat dikatakan, bahwa pendekatan itu baru menjangkau gejala-gejala yang menyertai masalah yang timbul dan belum menjangkau inti permasalahan yang sebenarnya.
Berikut ini dikemukakan rincian beberapa tindakan yang tidak tepat yang selalu dipergunakan untuk menangani masalah didalam kelas yakni antara lain :
a. Tindakan menghukum atau mengancam
1). Menghukum dengan kekerasan, larangan atau pengusiran.
2). Menerapkan ancaman atau memaksakan berlakunya larangan-larangan.
3). Menghardik, mengasari dengan kata-kata, mencemooh atau mentertawakan.
4). Menghukum seorang siswa sebagai contoh bagi siswa lainnya.
5). Memaksa siswa untuk meminta maaf atau memaksa tuntutan-tuntutan lainnya.

b. Tindakan Pengalihan atau masa bodoh
1). Meremehkan sesuatu kejadian atau tidak melakukan apa-apa sama sekali.
2). Menukar susnan kelompok dengan mengganti atau mengeluarkan anggota tertentu.
3). Mengalihkan tanggungjawab kelompok kepada tanggungjawab seorang anggota.
4). Menukar kegiatan (seharusnya dilakukan oleh siswa) untuk menghindari tingkah laku tertentu dari siswa.
5). Mengalihkan tingkah laku siswa dengan cara-cara lain.

c. Tindakan Penguasaan atau penekanan
1. Memerintah, memarahi, mengomel.
2. Memakai pengaruh orang yang berkuasa misalnya orang tua atau pimpinan sekolah.
3. Mengatakan ketidak setujuan dengan mempergunakan kata-kata, tindakan atau pandangan.
4. Melakukan tindakan kekerasan sebagai pelaksanaan dari ancaman-ancaman yang pernah dijanjikan.
5. Mempergunakan hadiah sebagai perbandingan terhadap hukuman bagi para pelanggar.
6. Mendelegasikan wewenang kepada siswa untuk memaksakan penguasaan kelas.

3. Pendekatan Pengubahan Tingkah Laku (Behavioral modification)
Pendekatan pengubahan tingkah laku ini didasarkan kepada teori-teori yang mantap, didasarkan atas prinsip-prinsip psikologi behavioral. Semua tingkah laku dipelajari, baik tingkah laku yang disukai maupun tingkah laku yang tidak disukai. Pendekatan behavioral modification dibangun atas dua anggapan dasar, yaitu :
a. Ada 5 (lima) “penguat” (reinforcement), berlaku bagi proses belajar bagi semua tingkatan umur dan dalam semua keadaan, yaitu :
1). Penguat positif
2). Penguat negativ
3). Penghukuman
4). Penghilangan ganjaran
5). Penundaan ganjaran

b. Proses belajar sebagian atau bahkan seluruhnya dipengaruhi (kontak) oleh kejadian-kejadian yang ada dilingkungannya.

Sebelum kita memberikan penguat terhadap penampilan tingkah laku tertentu, maka perlu sekali kita perhatikan dan dipertimbangkan akibat (konsekwensi) dari pada pemberian penguat tersebut, seperti :
1). Apabila ganjaran diberikan/penguat positif.
2). Apabila hukuman diberikan.
3). Apabila ganjaran dihentikan.
4). Apabila hukuman dihentikan/penguat negative.

Teori pengubahan tingkah laku berpendapat bahwa jika tingkah laku tertentu, apakah tingkah laku yang disukai maupun tidak disukai, apabila diberikan ganjaran/penguat (reinforcement), maka akan memperoleh tingkah laku yang diinginkan. Hal ini telah terbukti bagi kaum behavioris, karena penguat merupakan pengontrol tingkah laku manusia.
Dengan demikian penguat dapat dipandang sebagai kejadian yang dapat meningkatkan kemungkinan diulangi tingkah laku tertentu, dengan kata lain apabila tingkah laku tertentu diberikan ganjaran, maka tingkah laku itu cenderung diteruskan atau ditingkatkan.
Penguat dapat diberikan dalam berbagai bentuk secara ringkas guru dapat menumbuhkan tingkah laku yang diinginkan pada diri siswa melalui penerapan penguat positif yaitu pemberian ganjaran, dan penguat negative yaitu peniadaan hukuman.
Guru dapat mengurangi tingkah laku siswa yang tidak diinginkan melalui penerapan hukuman, yaitu pemberian rangsangan yang tidak mengenakkan, penghilangan ganjaran yaitu menahan pemberian ganjaran yang biasa diberikan dan penundaan yaitu mengecualikan siswa dari pemberian ganjaran tertentu.
Dibawah ini mari kita perhatikan berbagai penguat yang dapat diterapkan dalam pengelolaan kelas sebagai berikut :
1. Penguat positif
Penguat positif yaitu pemberian ganjaran setelah ditampilkannya tingkah laku yang dimaksud, dengan diberikannya ganjaran, maka frekwensi pemunculan tingkah laku tersebut cenderung diteruskan atau ditinggalkannya.
Contoh : Hamid mengerjakan ujian mid semester, menjawab dengan baik, dengan tulisan yang rapi yang memudahkan guru untuk membacanya, guru memuji pekerjaan Hamid tersebut dan memberikan komentar bahwa pekerjaan Hamid hasinya baik sekali, apalagi ditulis dengan rapi, dengan bahasa yang baik, mudah membacanya. Untuk ujian-ujian berikutnya Hamid rajin belajar agar nilainya lebih baik lagi.

2. Penguat negative
Penguat negative adalah meniadakan perangsang atau siswa tidak suka diberikan hukuman setelah ditampilkan tingkah laku, kalau ganjaran diberikan dapat mengakibatkan menurunnya frekwensi tingkah laku tersebut.
Contoh : Amran seorang siswa terus menerus mengerjakan pekerjaan rumahnya tidak baik, malah ada yang tidak diserahkan kepada gurunya. Meskipun gurunya terus-menerus menegur dan memarahinya, pada suatu ketika Amran menyerahkan pekerjaan rumahnya dengan tidak baik tanpa komentar, tanpa teguran atau tanpa marah (peniadaan hukuman). Selanjutnya ternyata Amran mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik, malahan Amran belajar lebih baik lagi.

3. Penghukuman
Penghukuman adalah memberikan hukuman kepada siswa yang menampilkan tingkah laku yang tidak baik. Setelah diberikan hukuman, maka frekwensi tingkah laku siswa yang tidak baik itu menurun.
Contoh : Rini menyerahkan kepada gurunya laporan yang kurang rapi, guru memarahi Rini karena tidak memperhatikan kerapian laporan itu dan mengatakan bahwa laporan yang tidak rapi tersebut sulit dibaca, dan menyuruh Rini untuk mengulanginya kembali (hukuman). Untuk laporan-laporan selanjutnya Rini lebih memperhatikan kerapian laporannya (frekwensi tingkah laku yang mendapatkan hukuman itu menurun).

4. Penghilangan ganjaran
Penghilangan penguat adalah menahan (tidak lagi memberikan) ganjaran yang diharapkan akan diberikan seperti yang sudah-sudah (menahan pemberian penguat positif). Penghilangan ini menghasilkan penurunan frekwensi tingkah laku yang semula mendapat penguatan.
Contoh : Susi laporanlaporan sebelumnya memperoleh pujian dari guru. Kali ini guru menerima laporan itu, setelah dibaca dikembalikan tanpa komentar apa-apa (menahan pemberian penguat positif). Untuk laporan-laporan Susi berikutnya menjadi kurang rapi (frekwensi tingkah laku yang telah dikuatkan menurun).

5. Penundaan ganjaran
Penundaan merupakan tidak jadi memberikan ganjaran atau pengecualian pemberian ganjaran untuk siswa tertentu. Penundaan seperti ini menurunkan frekwensi penguatan dan menurunkan frekwensi tingkah laku.
Contoh : Para siswa dikelas Ibu Elly (guru bahasa Inggris) yakin bahwa guru mereka itu akan menyelenggarakan permainan kata-kata (word game). Jika para siswa mengerjakan tugas dengan baik, permainan itu amat digemari oleh siswa.
Ternyata siswa-siswa memang mengerjakan tugas dengan baik kecuali Jayeng, Ibu Elly mengatakan bahwa Jayeng tidak diperkenankan untuk ikut serta dalam permainan itu dan duduk terpisah dari kelompoknya (mengecualikan pemberian ganjaran untuk siswa yang tertentu). Selanjutnya Jayeng mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik.

- Klasifikasi Penguat
Penguat ini dapat pula digolongkan kepada dua klasifikasi besar yaitu sebagai berikut :
1). Penguat Dasar, yaitu penguat yang tidak dipelajari dan sangat sangat diperlukan sekali bagi kelangsungan gidup, seperti makanan, air, dan udara yang segar.
2). Penguat Bersyarat, yaitu penguat yang dipelajari seperti pujian-pujian, kasih sayang, dan uang. Penguat bersyarat ini meliputi :
a). Penguat Sosial yaitu pemberian ganjaran terhadap tingkah laku tertentu oleh orang lain dalam kaitannya dengan suasana social seperti tepuk tangan, puji-pujian.
b). Penguat penghargaan yaitu jenis ganjaran yang merupakan tanda penghargaan, mungkin saja tanda penghargaan ini dapat ditukar dengan ganjaran yang nyata yang dapat bermanfaat seperti uang atau tanda tukar kebutuhan sekolah lainnya.
c). Penguat Kegiatan, yaitu jenis ganjaran berupa kesempatan untuk melakukan kegiatan tertentu seperti kesempatan berkreasi, membaca bebas di perpustakaan dan sebagainya.
- Penjadwalan Penguatan
Tentang kapan penguta itu diberikan juga penting. Tingkahlaku siswa yang dianggap baik perlu diteruskan, hendaklah diberikan penguat sesegera mungkin setelah tingkahlaku itu ditampilkan.
Tingkahlaku yang tidak diinginkan dari siswa perlu dihentikan, diberikan hukuman sesegera mungkin setelah tingkahlaku itu ditampilkan, tingkahlaku yang tidak segera diberikan penguat akan cenderung melemah dan tingkahlaku yang tidak baik segera diberikan hukuman akan cenderung berkembang (menguat).
Dengan demikian unsur waktu dalam pemberian penguatan dan hukuman adalah penting, “makin cepat makin baik,” merupakan kata-kata yang perlu diperhatikan bagi guru berkenaan dengan keefektifannya dalam mengelola kelas.
Ada dua macam penjadwalan penguat berkala, yakni sebagai berikut:
1. Penjadwalan Interval
Penjadwalan Interval adalah yang dilaksanakan oleh seseorang guru untuk memberikan penguat kepada siswa dalam jangka waktu tertentu, misalnya member penguat setiap jam.
2. Penjadwalan Rasio
Penjadwalan Rasio dilaksanakan oleh guru memberikan penguat kepada siswa setiap menampilkan kembali tingkah laku yang tidak baik, misalnya guru memberikan penguat pada setiap siswa yang telah menampilkan empat kali tingkahlaku yang dimaksud.

Pada umumnya penjadwalan Interval lebih efektif diterapkan untuk mempertahankan agar tingkah laku yang baik berlangsung secara terus menerus atau tetap, sedangkan penjadwalan Rasio lebih efektif untuk meningkatkan frekwensi penampilan yang tingkahlaku.

4. Pendekatan Iklim Sosio Emosional
Pendekatan Iklim Sosio Emosional dalam pengelolaan kelas berakar dari psikologi penyuluhan dan klenik. Pendekatan ini beranggapan bahwa apabila seorang guru ingin berhasil dalam proses belajar mengajar, apabila hubungan interpersonal antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa terjalin dengan baik. Dalam hubungan ini guru adalah penentu utama, dengan demikian tugas pokok guru adalah membangun hubungan interpersonal dan mengembangkan iklim sosio emosional pada pengelolaan kelas yakni sebagai berikut :
a. Menurut Carl Rogers; ia mengatakan bahwa factor yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar adalah mutu sikap yang ada dalam hubungan interpersonal antara guru sebagai fasilitator dan siswa sebagai pelajar.
Roger mengemukakan beberapa sikap yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu :
1. Kesadara akan diri sendiri
Guru perlu mengenal dirinya dengan baik dan menampilkan dirinya sebagaimana adanya, tidak berpura-pura, terbuka, karena penampilan diri sebagaimana adanya adalah merupakan sikap yang paling mempengaruhi proses belajar.
2. Penerimaan guru
Sikap penerimaan guru adalah amat penting dalam membantu siswa belajar, karena siswa merasakan bahwa kehadirannya didalam kelas diterima oleh guru, maka siswa ini akan merasakan dirinya sebagai individu yang berharga, dipercaya dan dihormati. Dengan demikian akan membuat siswa lebih senang belajar, sikap guru ini akan dapat membantu siswa dalam belajar.
3. Pengertian dengan penuh simpati
Guru disini dituntut untuk mengetahui atau kepekaan terhadap perasaan-perasaan siswa. Perasaan-perasaan yang tidak mengenakkan dalam kelas dapat mengurangi motifasinya dalan belajar. Hendaknya guru harus mengerti, baik perasaan yang timbul dari hubungan guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa.
b. Menurut Ginot; ia menekankan pentingnya komunikasi yang diselenggarakan guru.
Yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi adalah guru hendaknya membicarakan keadaan yang dijumpai pada waktu itu dan tidak membicarakan pribadi atau sifat-sifat khusus siswa.
Jika guru dihadapkan pada hal-hal yang tidak menyenangkan, guru disarankan agar menjelaskan apa yang dilihat, apa yang dirasakan, dan apa yang sebaiknya ia lakukan.
Pendekatan iklim sosio emosional adalah mengutamakan hubungan guru dengan siswa yang penuh simpati serta saling menerima. Pendekatan ini menekankan pentingnya tindakan guru yang menyebabkan siswa memandang guru itu betul-betul terlibat dalam pembinaan serta benar-benar memperhatikan suka duka siswa.
Apabila siswa bertingkahlaku menyimpang, maka guru bertindak “memisahkan kesalahan dari orang yang berbuat salah” tetapi menerima siswa yang bersangkutan sambil sekaligus menolak perbuatan yang menyimpang. Imflikasi pendekatan ini adalah bahwa siswa dipandang sebagai “keseluruhan pribadi yang sedang berkembang “bukan hanya semata-mata sebagai seorang anak yang sedang mempelajari pelajaran tertentu saja.
c. Menurut Glasser; ia menekankan pentingnya keterlibatan guru dalam mencapai sukses, Glasser percaya bahwa satu-satunya kebutuhan dasar yang dimiliki manusia adalaj kebutuhan akan identitas diri, barulah seseorang dapat tegak berdiri penuh arti.
Agar siswa dapat mencapai pengalaman sukses di sekolah, maka siswa harus mengembangkan tanggungjawab social dan perasaan dirinya berarti. Tanggungjawab dan perasaan dirinya berarti itu adalaj merupakan hasil hubungan yang baik antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan orang lain. Dengan demikian dalam mengambangkan pengalaman sukses adalah keterlibatan siswa.
d. Menurut Driekurs; ia mengemukakan dengan adanya dua hal yang sangat penting dalam mengembangkan hubungan interpersonal dan iklim sosio emosional dalam kelas yaitu :
1). Penekanan kelas yang demokratis
2). Perlu diperhatikan akibat-akibat tertentu dari sesuatu tindakan atau kejadian atas tindakan siswa.
Unsur yang paling dominan dalam pendekatan Drickers adalah tingkahlaku dan keberhasilan siswa terganutng pada suasana demokratis yang ada dalam kelas-kelas yang otokratis, dimana guru mempergunakan kekerasan, penekanan, hukuman, dan bahkan ancaman untuk mengontrol tingkahlaku siswa. Sedangkan kelas yang permisif adalah dimana guru sedikit sekali atau sama sekali tidak memperlihatkan kepemimpinannya dikelas terlalu banyak memberikan kekerasan kepada siswa. Baik kelas yang otokratis maupun permisif (masa bodoh) mengarahkan siswa terjerumus kedalam frustasi, kekerasan, atau menarik diri, kedua kelas itu tidak produktif.
Jadi kelas yang dapat memberikan semangat yang benar-benar produktif hanyalah dalam suasana kelas yang demokratis. Adapun cirri-ciri kelas yang demokratis adalah sebagai berikut :
1). Siswa diperlakukan sebagai individu yang berharga dan bertanggungjawab.
2). Mampu mengambil keputusan dan memecahkan masalah-masalahnya sendiri.
Dalam suasana kelas demokratis itu pula dikembangkan sikap saling percaya mempercayai antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Guru yang ingin menciptakan suasana demokratis di kelas, tidak boleh menjadi penguasa atau melepaskan tanggungjawab di kelasnya. Guru yang demokratis bersifat membimbing sedangkan guru yang otokratis mendominasi dan guru yang masa bodoh melepaskan tanggungjawab atas pembinaan dan keberhasilan kelas. Guru yang demokratis mengajar dan membagi tanggungjawab kepada semua warga kelasnya.
Kunci dari organisasi kelas yang demokratis adalah adanya diskusi-diskusi yang mantap dan terbuka, dalam kegiatan ini guru bertindak sebagai pemimpin membimbing kelompok siswa mendiskusikan masalah-masalah dan kepentingan-kepentingan siswa. Hasil dari kegiatan adalah :
1). Guru dan siswa mempunyai kesempatan untuk menggunakan/mengemukakan segala sesuatu yang dirasakan secara terbuka.
2). Guru dan siswa mempunyai kesempatan untuk saling memahami.
3). Guru dan siswa mempunyai kesempatan untuk saling bantu membantu.

5. Pendekatan Proses Kelompok
Pendekatan proses kelompok dikenal juga sebagai pendekatan sosio psikologis yang didasarkan atas prinsip-prinsip yang dipilih dari psikologi social dan dinamika kelompok.
Pokok-pokok pikiran ini dilator belakangi anggapan dasar sebagai berikut :
a. Kegiatan sekolah berlangsung dalam suasana kelompok yaitu kelompok kelas.
b. Tugas pokok guru adalah mengembangkan dan mempertahankan suasana kelompok kelas yang efektif dan produktif.
c. Kelompok kelas adalah suatu sistim social yang memiliki cirri-ciri sebagaimana yang dimiliki oleh sistim social lainnya.
Menurut Schmuck ada unsur apabila seorang guru ingin berhasil dalam pendekatan proses kelompok kelas yaitu :
a. Harapan
Guru adalah sebagai model bagi siswa, guru adalah digugu dan ditiru oleh siswanya. Oleh karena itu guru harus menjunjung tinggi kode etiknya sebagai guru. Guru dituntut menampilkan sikap yang baik, memiliki emosi yang tetap dan mantap, rapi, teratur, bersih, dan tertib.
Hal ini semuanya sangat mempengaruhi didalam hubungan antara guru dengan siswa. Karena suatu kelompok kelas yang efektif akan terjadi apabila harapan yang berkembang pada diri guru dan siswa adalah tepat, realistis dan secara jelas dimengerti oleh guru dan siswa.
Apabila tingkahlaku guru menunjukkan harapan-harapan yang baik, maka harapan itu akan berkembang pada diri siswa, dengan sendirinya siswa itu akan baik, tetapi apabila guru menampilkan tingkahlaku yang tidak baik, boleh jadi siswanya juga tidak baik.

b. Kepemimpinan
Guru memiliki peluang yang amat besar untuk menerangkan kepemimpinannya dalam kelompok kelas.suatu kelompok kelas yang efektif akan tercipta apabila fungsi kepemimpinan itu didistribusikan secara baik oleh guru kepada siswa.
Jadi fungsi kepemimpinan benar-benar dapat diwujudkan secara bersama oleh guru dan siswa dalam kelompok kelas, sehingga semua anggota kelompok kelas dapat merasakan, bahwa mereka memiliki kekuatan dan harga diri untuk menyelenggarakan tugas-tugas lainnya yang dibebankan kepadanya.
Memiliki gaya kepemimpinan yang tepat, seorang guru harus memperhatikan tiga hal, yaitu :
1. Urusan tugas
Urusan tugas, adalah seberapa jauh pimpinan memperhatikan penyusunan tugas untuk kelompok. Sampai seberapa jauh seorang dapat bekerja tidak tergantung, mengambil inisiatif dan tanggungjawab, serta mempunyai keterampilan dan pengetahuan untuk menyelesaikan tugas, hal ini mencerminkan kematangan.
2. Masalah hubungan
Masalah hubungan menyangkut urusan pimpinan untuk memajukan hubungan yang baik antar pribadi dan komunikasi antar anggota.
3. Kematangan
Kematangan seseorang dalam kelompok merupakan kunci, pimpinan kelompok dapat memusatkan perhatian kepada hubungan antar pribadi atau urusan tugas yang terstruktur rendah atau tinggi.
Untuk kepemimpinan didalam kelas, seorang guru harus dapat memperhatikan tingkat kematangan siswanya. Dalam hal ini seorang guru dapat memilih gaya kepemimpinan dibawah ini :
a). Pemberitaan; untuk kelompok yang belum matang pimpinan akan lebih efektif dengan orientasi tugas, kolaborasi (kerja sama) antar anggota tidak perlu mendapat tekanan. Tiap anggota memerlukan waktu banyak untuk menyelesaikan tugas.
b). Penjualan; untuk kelompok setengah matang, pemimpin akan lebih efektif dengan orientasi tugas dan hubungan antar pribadi. Kelompok mulai memerlukan struktur dan kolaborasi, mulai ad aide yang keluar dari kelompok dan harus mulai didengar. Mereka tidak puas jika hanya diperintah, sehingga pimpinan harus mulai dengan menjual ide.
c). Partisipasi; untuk kelompok agak matang, pemimpin akan lebih efektif jika mengurangi pemberitaan apa yang harus dilakukan, tetapi meningkatkan hubungan antar pribadi. Kelompok sudah mampu merumuskan tujuan, menerima tanggungjawab, mengambil prakarsa dan menyelesaikan tugas. Pemimpin akan mempertimbangkan ide kelompok dan membantu para anggota bekerja sama, pemimpin supaya bertindak sebagai partisipan.
d). Pendelegasian; untuk kelompok yang matang, pemimpin akan lebih efektif bila ia mulai mendelegasikan tugas dan tanggungjawab. Kelompok telah memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk menyelesaikan tugas, hubungan antar pribadi dan komunikasi sudah berjalan. Mereka tidak akan menyenangi pimpinan yang memerintah apa yang harus dilakukan.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka guru seharusnya menguasai tiga hal, yaitu :
• Pertama ia harus tahu betul dengan siswanya, sehingga dapat menilai tingkat kematangannya, dengan demikian gaya mengajar disesuaikan tingkat itu.
• Kedua ia haurs mampu bertindak luwes, kematangan siswa yang baru masuk berbeda dengan siswa yang sudah duduk dikelas III. Oleh karena itu gaya mengajar perlu berubah disesuaikan dengan tingkat kematangannya, bila ingin efektif. Siswa yang matang akan menolak gaya cerita dan keterangan tugas, sebaliknya siswa yang belum matang akan putus asa bila mendapat pendelegasian, masih ada ketergantungan dan belum banyak inisiatif.
• Ketiga, guru supaya mau bekerja sama untuk mengembangkan tingkat kematangan siswa. Perubahan gaya supaya disesuaikan dengan tingkat kematangan siswa.

c. Kemenarikan
Kemenarikan berkaitan erat dengan pola keakraban yang terdapat dalam kelompok kelas. Kemenarikan dapat juga diartikan sebagai tingkat hubungan persahabatan diantara para anggota kelompok kelas sebagaimana yang telah dijelaskan pada pendekatan interpersonal dan iklim sosio emosional, dimana tingkat kemenarikan itu tergantung pada sampai seberapa jauh hubungan interpersonal dan iklim sosio emosional yang positif telah dikembangkan. Dengan demikian pengelolaan kelas yang efektif adalah kemampuan seorang guru meningkatkan hubungan interpersonal yang positif diantara anggota kelompok kelas. Misalnya, guru berusaha meningkatkan sikap mau menerima dari anggota kelas terhadap siswa baru yang selama ini mereka tolak.

d. Norma
Norma adalah suatu pedoman tentang cara bertingkah laku, cara berpikir yang diakui bersama oleh anggota kelompok. Norma ini sangat besar pengaruhnya terhadap hubungan interpersonal yang positif dalam kelas, sebab norma memberikan pedoman tentang apa yang dapat diharap dan apa yang dapat dilakukan terhadap orang lain.
Oleh karena itu seorang guru jangan membuat aturan-aturan yang memberatkan, baik bagi guru itu sendiri maupun bagi siswa sebagai anggota kelompok kelas, agar kemanunggalan kelas terpelihara sebagai suatu kelompok yang utuh. Norma-norma ini adalah merupakan petunjuk bagi siswa dalam bertingkah laku, dengan demikian adalah tugas bersama, baik guru maupun siswa untuk mengembangkan, menerima dan memperthankan norma-norma yang telah dibuat dan berlaku bagi seluruh anggota kelompok kelas, sehingga norma tersebut benar-benar berfungsi sebagai pedoman yang utuh dalam mengatur hubungan interpersonal yang positif.

e. Komunikasi
Komunikasi baik verbal maupun non-verbal, yang digunakan untuk berdialog antar anggota kelompok. Dalam komunikasi sangat dituntut sekali kemampuan seseorang untuk saling memahami ide-ide dan perasaan orang lain. Dengan demikian komunikasi akan sangat berarti sebagai wahana yang memungkinkan terjadinya interaksi yang bermakna diantara anggota kelompok.
Komunikasi yang efektid berarti bahwa sipenerima menafsirkan secara benar dan tepat proses yang disampaikan. Dalam hal ini tugas guru berarah ganda yaitu membuka saluran komunikasi yang memungkinkan semua siswa secara bebas mengemukakan pikiran dan perasaannya, serta menerima pikiran dan perasaan yang mereka komunikasikan kepada guru.



f. Keeratan hubungan
Keeratan berkaitan dengan rasa kebersamaan yang dimiliki oleh kelompok kelas, tidak seperti pengertian komunikasi. Keeratan menekankan hubungan individu terhadap kelompok secara keseluruhan, bukan terhadap individu-individu lain didalam kelompok. Untuk perkembagan keeratan dalam kelompok, menurut Schenuck mengemukakan beberapa syarat, yaitu :
1). Semua anggota kelompok harus ada minat uang besar terhadap tugas-tugas kelompok.
2). Antara anggota kelompok harus saling menyukai.
3). Kelompok tersebut harus memberikan prestis tertentu kepada/kelompok kelas, termasuk gurunya harus merasa amat tertarik terhadap kelompok kelasnya secara keseluruhan.
Keeratan dapat tumbuh apabila kebutuhan individu dapat terpenuhi dengan jalan menjadi anggota kelompok. Keeratan merupakan hasil dari dinamika antara harapan-harapan yang dalam hubungan interpersonal, gaya kepemimpinan, pola kemenarikan dan arus komunikasi yang ada dalam suatu kelompok kelas melalui penyelenggaraan diskusi terbuka tentang harapan-harapan, melalui penyebaran kepemimpinan melalui sesering mungkin komunikasi dua arah.
Keeratan merupakan hal yang terpenting untuk kelompok produktif. Kelompok yang erat memiliki norma-norma kelompok yang jelas. Pengelolaan kelas yang efektif adalah yang mampu menciptakan kelompok yang erat dan memiliki norma yang terarah pada tujuan.







BAB V
PROSEDUR PENGELOLAAN KELAS


Sebagaimana kita ketahui, bahwa pengelolan kelas merupakan alah satu aspek daripada proses belajar mengajar yang paling rumit tetapi menarik perhatian, baik oleh guru-guru yang sudah berpengalaman maupun bagi guru-guru muda yang baru bertugas.
Rumit, karena pengelolaan kelas memerlukan berbagai kritetria keterampilan, pengalaman, bahkan kepribadian sikap dan nilai seorang guru cukup berpengaruh terhadap proses belajar dan mengajarnya. Dua guru yang sama pintarnya dan berpengalaman, tetapi berbeda dalam kepribadian nilai serta sikap, akan berbeda sekali situasi belajar yang dihasilkan keduanya. Disinilah letaknya “seni” dalam mengelola proses belajar mengajar.
Dikatakan menarik, karena pengelolaan kelas disatu pihak memerlukan kemampuan pribadi serta ketekunan menghadapinya, sedangkan dilain pihak sangat menentukan berhasil tidaknya pencapaian “tujuan instruksional” yang telah ditentukan. Oleh karena itu guru mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan berhasil tidaknya pengelolaan kelas maupun pengelolaan pengajaran.
Sebelum kita menjelaskan prosedur pengelolaan kelas baik kita jelaskan apakah perbedaan pengelolaan kelas dengan prosedur pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas adalah “pekerjaannya” sedangkan prosedur pengelolaan kelas adalah lagkah-langkah bagaimana pekerjaan itu berjalan. Prosedur pengelolaan kelas ini mengacu pada dua tindakan yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam menanggulangi tingkah laku siswa itu :
1). Tindakan preventif atau tindakan pencegahan yang dilakukan oleh seorang guru untuk mencegah supaya tingkah laku yang tidak kita inginkan jangan timbul.
2). Tindakan kuratif atau tindakan penyembuhan yang dilakukan oleh seorang guru untuk menyembuhkan tingkah laku siswa yang telah terjadi, agar tingkah laku tersebut jangan berlangsung terus menerus, juga agar jangan terulang kembali.
1. Tindakan Preventif
Tindakan preventif ini dapat pula kita bagi atas 5 bagian, yaitu ;
a. Peningkatan kesadaran diri sebagai guru
Peningkatan kesadaran diri sebagai guru adalah langkah pertama yang paling utama, yang harus ada pada seorang guru, karena langkah ini adalah yang paling mendasar dan strategis bagi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya. Dengan adanya kesadaran ini pada guru, akhirnya akan dapat meningkatkan rasa tanggungjawab (sense of responsibility).
Dengan sendirinya akan diikuti pula oleh rasa memiliki (sense of belongness) yang merupakan modal dasar bagi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya. Kesadaran disini tidak saja kesadaran akan rasa tanggungjawab, akan tetapi juga kesadaran memahami sikap sendiri, dengan sendirinya guru akan mudah memahami sikap siswanya yang merupakan reaksi terhadap sikap kepemimpinan yang ditampilkan guru.
Guru hendaknya menunjukkan sikap yang stabil kepribadian yang harmonis dan berwibawa, untuk dapat menimbulkan reaksi serta respon yang positif. Sikap dan tingkah guru yang tidak tetap dan selalu berubah-ubah akan menimbulkan kecemasan bagi siswa, terutama bagi siswa yang sangat perasa. Kesadaran akan sikap diri sendiri sebagai guru dalam rangka memahami tingkah laku siswa, merupakan langkah pertama yang strategis dan mendasar dalam kegiatan pengelolaan kelas.

b. Meningkatkan kesadaran siswa
Setelah meningkatkan kesadaran diri sebagai guru, maka langkah yang kedua dari prosedur pengelolaan kelas, dimensi pencegahan ini adalah peningkatan kesadaran siswa.banyaknya tindakan yang dilakukan oleh siswa tanpa penuh kesadaran, karena kurangnya kesadaran ini akan menyebabkan mudahnya terjadi marah, murah tersinggung, mudah kecewa, yang pada akhirnya dapat melakukan tindakan yang kurang terpuji, putus asa yang dapat mengganggu kondisi belajar.
Untuk meningkatkan kesadaran siswa, maka kepada mereka hendaknya diberi tahu tentang hak dan kewajiban sebagai anggota dari suatu masyarakat kecil yaitu kelas. Agar siswa lebih memahami kebutuhan dan keinginan-keinginan serta tanggungjawabnya. Saling pengertian yang baik akan meningkatkan kerja sama antara guru dengan siswa, sehingga akan terjalin hubungan yang terbuka yang saling menghormati yang pada akhirnya akan mengurangi kemungkinan timbulnya masalah pengelolaan kelas.

c. Sikap polos dan tulus dari guru
Guru merupakan sumber dan pengarang peranan dalam menciptakan suasan sosio emosional didalam kelas. Peranan guru sangat besar pengaruhnya terutama terhadap penciptaan kondisi yang optimal dalam rangka membelajarkan anak.
Oleh karena itu guru hendaknya bersikap polos dan tulus terhadap siswa, maksudnya guru harus bersikap tulus dari hati nurani yang dalam, tidak berpura-pura, berttindak dan bersikap apa adanya. Sikap dan tingkah lakuserta tindakan yang demikian akan sangat membantu dan menentukan dalam mencegah terjadinya masalah pengelolaan kelas. Sikap dan tindakan guru adalah merupakan stimulus yang akan melahirkan respon atau reaksi dari siswa. Kalau stimulus tersebut negative, maka respon atau reaksinya juga negatif.

d. Mengenal alternatif pengelolaan
Untuk menemukan alternative pemecahan masalah pengelolaan kelas, seorang guru harus dapat mengedentifikasi berbagai jenis penyimpangan dari tingkah laku siswa, baik yang bersifat individual maupun yang bersifat kelompok.
Tingkah laku tersebut apakah disengaja dibuat oleh siswa untuk menarik perhatian guru dan teman-temannya atau secara negative seluruh siswa mereaksi negatif karena seorang temannya tidak dapat menggunakan “r” dengan sempurna waktu membaca.
Untuk itulah seorang guru dituntut untuk mengenal berbagai jenis pendekatan dalam pengelolaan kelas serta memiliki dan atau memilih pendekatan yang dianggap tepat untuk mengatasi masalah-masalah yang akan timbul. Disamping itu juga seorang guru dituntut supaya mempelajari pengalaman orang lain, baik yang gagal maupun yang telah berhasil, sehingga guru tersebut memiliki alternatif yang bervariasi dalam mengatasi berbagai problem pengelolaan kelas.

e. Menguat kontak sosial
Langkah yang terakhir adalah masalah kontak social (daftar aturan = tata tertib) dengan sangsinya yang mengatur kehidupan dalam kelas. Biasanya norma atau tata tertib ini muncul dari atas, hanya sepihak saja, siswa menerima apa adanya karena tidak mempunyai pilihan lain, sehingga norma atau aturan itu kurang dihormati atau ditaati.
Maka oleh sebab itu aturan tata tertib yang mengatur kehidupan kelas sebaiknya dibuat dan disetujui bersama-sama guru dan siswa, dengan demikian siswa dapat merasakan dan memiliki peraturan yang ada disekolahnya, yang merupakan standar tingkah laku, yang memberikan gambaran tentang fasilitas beserta keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan siswa, baik yang bersifat individual maupun yang bersifat kelompok.

2. Tindakan kuratif
Tindakan kuratif dapat pula dibagi atas 9 bagian, yaitu :
a. Latar belakang timbulnya tingkah laku siswa
Pada dimensi penyembuhan ini, seorang ugur harus mengetahui latar belakang serta sumber penyebab dari penyimpangan tingkah laku siswa sehingga dengan sendirinya guru lebih mudah memahami secara positif, guna menentukan pengobatan yang tepat.

b. Membuat rencana pemecahan masalah
Setelah guru mengetahui latar belakang serta sebab terjadinya penyimpangan tingkah laku siswa tersebut, maka langkah kedua adalah membuat untuk melakukan rencana penanggulangan.
Data diatas merupakan landasan untuk melaksanakan rencana, perencanaan tanpa didukung oleh data yang tepat tidak mempunyai arti apa-apa. Apabila langkah-langkah yang diambil atau dibuat dalam rencana kurang tepat, maka respom dari siswa akan tidak baik. Oleh sebab itu rencana penanggulangan haruslah didasari oleh data yang benar, sehingga langkah tersebut mengenai sasaran.
Dengan demikian langkah-langkah yang direncanakan itu tidak menimbulkan gejolak baru atau menambah masalah kompleks, tetapi akan menyebabkan timbulnya kesadaran untuk memperbaik diri.

c. Menetapkan waktu pertemuan
Dalam menetapkan waktu pertemuan harus disetujui bersama oleh guru dan siswa yang bersangkutan, dengan adanya persetujuan dari siswa yang bersangkutan untuk mengadakan pertemuan adalah merupakan suatu permulaan yang baik untuk berhasilnya usaha penanggulangan. Sebab apabila siswa tidak mau menghadiri pertemuan, berarti usaha penanggulangan itu telah gagal, karena yang bersangkutan tidak ada. Oleh karena itu carilah waktu yang tepat, sehingga semua pihak dapat hadir.

d. Menjelaskan tujuan dan manfaat pertemuan
Tujuan dan manfaat peraturan tersebut perlu dijelaskan, sehingga siswa mengetahui serta menyadari, bahwa pertemuan diusahakan dengan penuh ketulusan hati semata-mata untuk perbaikan, baik untuk siswa sendiri maupun sekolah.
Sehingga siswa ini merasa butuh untuk menghadiri pertemuan yang diadakan oleh gurunya karena pertemuan tersebut akan membawa manfaat bagi dirinya sendiri.

e. Usaha untuk menemukan masalah, katakana pada siswa bahwa gurupun tidaklah sempurna
Untuk menemukan masalah, dapat dilaksanakan oleh seorang guru dengan berbagai cara, yaitu pertama menyadarkan siswa, katakana kepada siswa bahwa manusia itu tidak ada yang sempurna, setiap manusia mempunyai kekurangan, termasuk gurupun bukanlah orang yang sempurna, tidak ada manusia yang tidak bersalah. Hal ini berpulang kepada manusia itu sendiri, apakah ia mau menyadari kesalahannya atau tidak.
Setelah kita dapat menyadarkan siswa akan kesalahannya, maka segala permasalahan yang sebenarnya, jangan sekali-kali keluar dari pokok permasalahannya. Mudah-mudahan dengan cara menyadarkan serta membawa semua pembicaraan pada pokok permasalahan akan dapat ditemukan titik temu dari permasalahan.

f. Guru membawa siswa kepada masalahnya
Untuk membawa siswa kepada masalahnya, guru tidak boleh langsung menunjukkan kesalahannya, karena itu dalam pertemuan harus melalui pembicaraan pendahuluan. Apabila seorang guru langsung menunjukkan kesalahan siswa, maka besar kemungkinan siswa itu akan shock, kaget dan sebagainya, maka ia akan memperlihatkan sikap menghindar dari kesalahan, apalagi siswa itu seperti manusia biasa yang merasa memiliki harga diri, sukar untuk menyadari akan kesalahannya.
Dalam memecah masalah, guru harus bijaksana dengan melalui sikap sabar dengan menyadarkan siswa akan kelemahan dan kekurangan setiap manusia, dengan cara ini siswa secara berangsur-angsur akan menunjukkan kesalahannya.

g. Lakukan diskusi tentang masalah siswa
Bila pertemuan yang diadakan ternyata tidak terdapat respon dari siswa, maka guru dapat mengajak siswa untuk melaksanakan diskusi pada waktu yang lain untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, tentukan waktu diskusi tersebut atas dasar persetujuan antar guru dengan siswa.
Langkah ini dilaksanakan setelah ternyata langkah keenam gagal, karena siswa tidak responsif. Kalau tidak ada respon dari siswa, maka hal ini tidak boleh dipaksakan sebab siswa akan lebih agresif dan akan berpikir atau bersikap menolak dan bahkan akan menjauh. Kalau yang demikian ini terjadi, maka usahakan menempuh langkah yang ketujuh ini, langkah ini nampaknya lebih lebih bersifat persuasive, secara formal lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk membela dirinya bahkan kalau boleh mempertahankan kebenarannya. Didalam forum diskusi, akan merasa bebas mengemukakan pendapatnya, pikiran, keinginan, maupun perasaan yang dirasa perlu dikemukakannya.

h. Pertemuan guru dengan siswa harus sampai kepada pemecahan masalah
Pertemuan guru dan siswa harus sampai pada pemecahan masalah dan sampai kepada kontak individual yang diterima siswa dalam rangka memperbaiki tingkah lakunya. Masalah yang dihadapi harus dipecahkan bersama-sama antar guru dan siswa, sehingga siswa ini betul-betul merasa terlihat dan merasa bertanggungjawab atas putusan yang diambil dan pada akhirnya siswa merasa terikat untuk tunduk dan taat pada keputusan tersebut.

i. Melakukan kegiatan tindak lanjut
Setelah pemecahan masalah dapat dilakukan atau diselesaikan secara baik, hendaknya jangan sampai disitu saja tetapi harus diteruskan, karena justeru tindakan setelah pemecahan masalah itu lebih penting. Karena setelah pemecahan masalah dicapai dan tidak diikuti dengan pengawasan, pengamatan terhadap masalah yang dipecahkan, maka hal itu kembali lagi atau kambuh lagi. Dengan kata lain setelah pemecahan masalah tersebut harus dimonitor untuk mendapat timbal balik (feed back), sehingga dapat diketahui apakah sesudah pemecahan masalah itu terjadi lagi penyimpangan-penyimpangan atau tidak.
Hal ini perlu dimonitor, sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, maka dapat segera ditanggulangi, tidak berlarut-larut.








DAFTAR PUSTAKA


Anonym (modul akta V) 1982. Pengelolaan Kelas, Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi; Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.

Nasution, G, 1982. Berbagai Pendekatan Keterampilan Dalam Proses Belajar Mengajar, Jakarta; PT. Bina Aksara.

Sastrawijaya, Tresna, 1988. Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi, Jakarta; Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan IPTK.

Somiawan, Sonny, dkk, 1993. Pendekatan Keterampilan Proses, Jakarta; PT. Gramedia.

Surahmad, Winarno, 1982. Pengantar Interaksi Balajar Mengajar, Bandung; Tarsito.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
mahasiswi STKIP YPM bangko jurusan MIPA prodi matematika

Pengikut